Powered By Blogger

Selasa, 18 Januari 2011

Cita-cita Dakwah Salafiyah Persatuan Kaum Muslimin

Ketika saya belajar agama di Pakistan antara th. 1986 s/d 1987, saya melihat betapa kaum Muslimin di dunia ini tercerai berai dalam berbagai kelompok-kelompok aliran pemahaman. Saya sedih dan sedih melihat kenyataan pahit ini. Ketika saya masuk ke medan jihad fi sabilillah di Afghanistan antara th. 1987 s/d 1989, saya melihat semangat perpecahan di kalangan kaum Muslimin dengan mengunggulkan pimpinan masing-masing serta menjatuhkan tokoh-tokoh yang lain. Saya sedih dan sedih melihat kenyataan pahit ini.

Di tahun-tahun jihad fi sabilillah itu saya mulai berkenalan dengan para pemuda dari Yaman dan dari Suriah yang kemudian mereka memperkenalkan kepada saya pemahaman Salafus Shalih Ahlus Sunnah wal Jamaah. Saya mulai kenal dari mereka seorang tokoh dakwah Salafiyah bernama Al-`Allamah Muqbil bin Hadi Al-Wadi'i rahimahullah wa askanahu fil jannah yang ada di Yaman. Saya kenal beliau ini melalui berbagai kaset-kaset ceramah beliau dan buku-buku karya beliau. Saya mengagumi beliau dan saya bercita-cita menemui beliau di Yaman. Namun berbagai kesibukan jihad fi sabilillah tidak memungkinkan saya untuk berangkat ke Yaman. Akhirnya di sana pula saya mendengar nama tokoh lain dalam dakwah Salafiyah ini, yaitu Al-`Allamah Jamilur Rahman yang memimpin jamaah jihad yang diberi nama Jama`atul Qur'an was Sunnah . Bahkan beliau ini berhasil mendirikan Imarah Islamiyah di wilayah Kunar Afghanistan yang diterapkan padanya hukum Al-Qur'an dan As-Sunnah dengan pemahaman Salafus Shalih. Saya sangat mengagumi beliau, namun taqdir Allah tidak mengijinkan saya untuk bertemu beliau ketika beliau dibunuh oleh seorang pemuda Muslim yang diracuni pikiran hizbiyyah.
Peristiwa pembunuhan Al-`Allamah Jamilur Rahman rahimahullah wa askanahu fil jannah adalah bukti kongkrit malapetaka hizbiyah yang sangat memilukan bagi mereka yang masih punya perasaan iman kepada kebenaran Islam. Namun kesedihan di sana tidak berhenti sampai disitu saja dan tidak hanya itu. “Kesalahan” beliau menurut para pimpinan gerombolan hizbiyah itu sehingga mereka memutuskan untuk membunuh beliau, adalah karena beliau tidak mau banyak bicara tentang Islam. Beliau langsung saja menerapkan hukum Islam di wilayah Kunar yang telah sepenuhnya di bawah kontrol pasukan beliau. Dan beliau melaksanakan dengan terang-terangan di saat para pimpinan fraksi “Mujahidin” di Kabul sedang ramai memperebutkan kursi kepemimpinan Afghanistan sepeninggal Uni Sovyet. Akhirnya seluruh fraksi “Mujahidin” Afghanistan bersatu padu untuk menggempur wilayah Kunar. Berbagai jenis senjata berat digunakan untuk membunuh saudara mereka kaum Muslimin di sana . Banjir darah Muslimin melanda Kunar dan kemudian Syaikh Jamilur Rahman dibunuh. Setelah puas menumpahkan darah saudaranya di Kunar, para pimpinan “Mujahidin” itu kembali ke Kabul untuk melanjutkan pertikaian mereka dalam memperebutkan istana presiden. Dan sekarang banjir darah Muslimin melanda Kabul dan tokoh-tokoh “Mujahidin” Afghanistan yang dulunya gigih memimpin kaum Muslimin mengusir Uni Sovyet dari sana , kini berubah menjadi serigala-serigala ganas yang memangsa saudara-saudara mereka sendiri. Afghanistan berubah menjadi kubangan darah dan airmata kaum Muslimin setelah dulunya menjadi medan jihad fi sabilillah . Saya sedih dan sedih melihat kenyataan pahit ini.
Di saat keputusasaan melanda kaum Muslimin dunia tentang Afghanistan , muncullah di sana kelompok Taliban yang dipimpin oleh Maulawi Muhammad Umar. Kemunculan Taliban membangkitkan harapan baru bagi masa depan Afghanistan . Akhirnya Taliban berhasil menyingkirkan para serigala ganas dari Kabul dan kemudian membentuk pemerintah Islam di Kabul dengan menjalankan hukum Islam di dua pertiga wilayah Afghanistan yang telah dikuasainya. Namun para serigala buas yang telah terusir dari Kabul itu berkumpul di wilayah utara Afghanistan untuk berkoalasi dan bersatu melawan pemerintahan Islam yang didirikan oleh Taliban di Kabul. Koalisi dan persatuan itu dinamakan Aliansi Utara. Yaitu aliansi kekuatan yang didukung oleh Ikhwanul Muslimin pimpinan Abdur Rabbir Rasul Sayyaf, Burhanuddin Rabbani dan Ahmad Syah Mas'ud dengan Syi'ah Rafidhah dan dengan kaum kebatinan yang dipimpin Ali Kisman, serta kekuatan kaum komunis yang dipimpin oleh Abdur Rasyid Dustum. Mereka ini berkoalisi dalam satu barisan dan kekuatan untuk merobohkan pemerintahan Islam yang telah didirikan di Kabul . Namun celakanya pemerintahan Islam di Kabul disusupi oleh orang dekat keluarga Bush (presiden Amerika Serikat), yaitu Usamah bin Laden. Dikatakan dia ini adalah orang dekat keluarga Bush, karena memang keluarga Bin Laden mempunyai hubungan tradisional dengan keluarga Bush dalam join venture berbagai perusahaan persenjataan di Amerika Serikat. Maka Usamah dengan latar belakang keilmuan agama yang amat lemah, terbawa kepada pemahaman takfiri (yakni salah satu pemahaman Khawarij yang menganggap kafir kaum Muslimin yang di luar kelompoknya). Dukungan dana yang besar yang dia miliki sebagai salah satu ahli waris dari keluarga Bin Ladin, memudahkan Usamah untuk menempel pada pimpinan Taliban yaitu Maulawi Muhammad Umar. Dan Usamah pun menjadi menantu sang Maulawi setelah dinikahkan dengan salah seorang putrinya. Dengan demikian Usamah bin Laden menjadi anggota keluarga pimpinan tertinggi pemerintahan Islam di Afghanistan. Posisi ini dimanfaatkan betul oleh Usamah untuk kepentingan gerakan Al-Qaidahnya. Maka markas Al-Qaidah akhirnya dipindahkan dari Sudan ke Afghanistan dengan posisi Usamah di pemerintahan Islam di sana . Setelah itu terjadilah peristiwa 11 September 2001 di New York dan kemudian Usamah menjadi top figur teroris. Amerika Serikat dengan alasan mau menangkap Usamah bin Laden, berkerja sama dengan aliansi Utara, menyerang Afghanistan untuk merobohkan pemerintahan Islam di sana dan kemudian menjajah Afghanistan serta mendudukkan di Kabul seorang kepala negara boneka Amerika Serikat, seorang tokoh sekuler yang selama ini ada di pengasingan bernama Hamid Karzai.
Begitulah cerita kepiluan di Afghanistan . Jihad fi sabilillah berlangsung belasan tahun untuk mengusir penjajah Uni Sovyet dari bumi Afghanistan dengan korban lebih dari satu juta kaum Muslimin tewas. Jihad ini telah menjadi sebab datangnya pertolongan Allah Ta`ala dengan terusirnya Uni Sovyet dari sana dalam keadaan hina dan kemudian menjadi sebab terbesar bagi ambruknya negara adidaya tersebut. Namun anugerah Allah terhadap jerih payah jihad fi sabilillah ini tidak disyukuri oleh para tokoh-tokoh jihad itu. Bahkan kemudian mereka saling berebut kepemimpinan Afghanistan dan menumpahkan darah sesama mereka demi mengejar ambisi itu. Akhirnya Allah cabut kenikmatan-Nya dan Afghanistan kembali di bawah penjajahan asing seperti sekarang ini. Saya sedih dan sedih melihat kenyataan pahit ini.

MEMULAI DA'WAH SALAFIYAH DI INDONESIA
Kepiluan di Afghanistan saya dapati tanda-tandanya semakin menggejala di Indonesia . Saya kembali ke Indonesia pada akhir tahun 1989, dan pada Januari 1990 saya mulai berdakwah. Perjuangan dakwah yang saya serukan adalah dakwah Salafiyah. Saya sendiri waktu itu belum banyak tahu apa itu dakwah Salafiyah, dan apa itu manhaj salafus shalih. Saya baru mempelajari dan membaca tentang Salaf dari dua buku karya Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi'i, yaitu Al-Makhraj Minal Fitan dan kitab Riyadhul Jannah Fi Raddi `ala A'da'is Sunnah dan sedikit dari kitab Syarah Aqidah At-Thahawiyah karya Al-`Allamah Ibnu Abil `Izzi Al-Hanafi. Kemudian sesampainya saya di Indonesia saya mulai mempelajari kitab Fathul Majid Syarah Kitabit Tauhid karya Al-`Allamah Abdur Rahman bin Al-Hasan bin Muhammad bin Abdul Wahhab. Setelah itu saya pelajari pula kitab Kasyfus Syubuhat dan Al-Ushuluts Tsalatsahkeduanya karya Al-`Allamah Muhammad bin Abdul Wahhab At-Tamimi. Dengan bekal yang serba sedikit itu saya berdakwah menyeru Ummat Islam di berbagai kota di pulau Jawa dan di luar pulau Jawa kepada Manhaj Salaf. Dan sambil berjalan dalam perjuangan dakwah, saya terus mempelajari apa itu Manhaj Salaf . Saya juga mulai berkenalan dengan kitab-kitab karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, seperti kitab Minhajus Sunnah fi Naqdhi Kalamis Syi'ah wal Qadariyah untuk pembekalan bagi saya dalam menghadapi musuh Dakwah Salafiyah dari kalangan Syiah Rafidlah setelah meletusnya revolusi Khumaini di Iran. Juga kitab beliau yang lainnya yang lebih mendasar yaitu kitab Al-Aqidah Al-Wasithiyyah . Juga kitab beliau yang sangat penting dalam memberikan pencerahan bagiku tentang Manhaj Salaf , yaitu kitabIqtidla' Shirathal Mustaqim Kemudian saya berkenalan dengan kitab Majmu' Fatawa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah . Saya terus mendidik dan berdakwah di samping membaca dan mempelajari Manhaj Salaf , sehingga sebagian dari anak didik saya berangkat ke Al-Madinah An-Nabawiyah untuk melanjutkan studi di Universitas Islam di sana . Pada tahun 1992 saya diberi kesempatan oleh Allah Ta`ala untuk berangkat ke negeri Yaman untuk belajar dari Syaikh Al-`Allamah Muqbil bin Hadi Al-Wadi'i. Alhamdulillah akhirnya saya bertemu beliau dan berkesempatan belajar dari beliau selama tiga bulan di desa Dammaj wilayah Sha'dah Yaman utara. Setiap hari saya selalu bertemu beliau dan berbincang dengan beliau dalam berbagai masalah ilmu dan problem da'wah. Di tempat beliaulah saya semakin mengenal para Imam dakwah Salafiyyah seperti Al-Imam Muhammad bin Ibrahim Aalus Syaikh rahimahullah , Al-Imam Muhammad Amin As-Syanqithi rahimahullah , Al-Imam Abdul Aziz bin Abdullah bin Bazrahimahullah , Al-Imam Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah , Syaikh Al-`Allamah Abdul Muhsin Al-Abbad hafidhahullah wa saddada khutaahu , Syaikh Al-`Allamah Shalih bin Fauzan Al-Fauzan hafidhahullah wa saddada khutaahu , Syaikh Al-`Allamah Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah , Syaikh Al-`Allamah Rabi' bin Hadi Al-Madkhali hafidhahullah wa saddada khutaahu , Syaikh Al-`Allamah Muhammad bin Hadi Al-Madkhali hafidhahullah wa saddada khutaahu .

MENGENAL BERBAGAI PENYIMPANGAN DARI MANHAJ SALAF

Di tempat Syaikh Muqbil pula saya mendengar berita-berita penyimpangan tokoh-tokoh yang selama ini saya kenal sebagai da'i dan penulis yang menganut pemahaman Salafus Shalih. Tokoh-tokoh yang telah menyimpang itu ialah Muhammad Surur bin Zainal Abidin, Salman Al-Audah, Safar Al-Hawali, A'idl Al-Qarni, Nasir Al-Umar, Abdurrahman Abdul Khaliq. Penyimpangan mereka terletak pada semangat mereka untuk mengelu-elukan tokoh-tokoh yang telah mewariskan berbagai pemahaman sesat di kalangan Ummat Islam, seperti Sayyid Qutub, Hasan Al-Banna, Muhammad Abduh, Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Rasyid Ridha dan lain-lainnya. Mereka namakan yang demikian dengan alasan dalam rangka apa yang mereka namakan Al- Muwazanah atau dengan kata lain “Sikap Keseimbangan dan Keadilan”. Kemudian barisan penyeleweng Muhammad Surur dan cs nya itu tidak hanya berhenti pada tingkatan mengelu-elukan tokoh-tokoh ahlil bid'ah tersebut. Bahkan setelah itu mereka demikian getolnya dalam melecehkan para Imam Dakwah Salafiyah seperti Syaikh Asy-Syanqithi, Syaikh Bin Baz, Syaikh Al-Albani, Syaikh Muqbil, Syaikh Rabi' dan lain-lainnya. Para Imam Dakwah Salafiyah ini digelari sebagai tokoh-tokoh yang terkebelakang dalam perkara ilmu-ilmu kekinian dan sudah berlalu masa ketokohannya dalam Da'wah Salafiyah. Sebagian Imam Da'wah tersebut bahkan digelari sebagai tokoh-tokoh penebar fitnah perpecahan di kalangan Ummat Islam. Saya sedih dan sedih melihat kenyataan pahit ini.
Sepulang dari Yaman, saya sudah mencium bau fitnah perpecahan di kalangan orang-orang yang mengaku sebagai Salafiyyin (yakni pengikut Manhaj Salaf ). Sehingga karena itu saya berupaya untuk tidak menyampaikan seluruh yang saya dengar di tempat Syaikh Al-`Allamah Muqbil bin Hadi Al-Wadi'i demi meminimalisir fitnah. Namun gerakan Abdurrahman Abdul Khaliq di Kuwait dengan organisasinya yang bernama Ihya'ut Turats terus malang melintang menyebarkan pikiran-pikiran sesatnya di seluruh dunia, termasuk di Indonesia . Bahkan Abdurrahman Abdul Khaliq sendiri menyempatkan diri untuk datang mengunjungi Indonesia guna keperluan penebaran fitnah itu. Juga gerakan Muhammad Surur yang bermarkas di Brimingham dan London , menebarkan api fitnah khususnya di kalangan orang-orang yang mengaku sebagai pengikut Manhaj Salaf . Belum lagi para pengikut Salman Al-Audah, Safar Al-Hawali, Aidh Al-Qarni, Nasir Al-Umar, keempatnya ada di Saudi Arabia, juga mengirimkan kaki tangannya di Indonesia untuk menebarkan berbagai pemahamannya yang sesat, juga dengan kedoknya sebagai pengikut pemahaman Salafus Shalih.
Pada Ramadlan th. 1993, saya berangkat menunaikan i'tikaf di Masjidil Haram di Makkah, sehingga saya dipertemukan oleh Allah dengan Syaikh Rabi' bin Hadi Al-Madkhali, Syaikh Muhammad bin Hadi Al-Madkhali, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-`Utsaimin, Syaikh Bin Baz, Syaikh Abdul Aziz Aalus Syaikh, Syaikh Muhammad Aman Al-Jami, Syaikh Abdul Muhsin Al-`Abbad. Saya semakin mendapat penjelasan yang lengkap tentang berbagai masalah dakwah di lapangan. Setelah itu saya diberi kesempatan oleh Allah setiap tahunnya untuk berkunjung kepada para Ulama Ahlus Sunnah yang ada di Saudi Arabia dan yang ada di Yaman. Sehingga dengan sebab itu sayapun akhirnya dapat mengikuti perkembangan tentang berbagai peristiwa yang berkenaan dengan Dakwah Salafiyyah.
Dalam perjalanan dakwah yang sedang saya lancarkan di tahun-tahun itu, terbitlah kaset-kaset pidato para Ulama' dan terbit pula buku-buku tulisan para Ulama' Ahlis Sunnah yang memberikan keterangan dan nasehat kepada kaum Muslimin dan khususnya para Salafiyyin tentang bahaya pemahaman sesat yang ditebarkan oleh golongan Muhammad Surur serta Abdurrahman Abdul Khaliq dan para gerombolannya. Maka ramailah perhelatan dakwah Salafiyah dengan berbagai gempuran dari kelompok-kelompok sempalan kepadanya dan dengan tangkisan serta serangan balik para Ulama' Ahlus Sunnah wal Jamaah terhadap kelompok-kelompok penyerang itu. Saya bersyukur kepada Allah, karena disaat ramainya dentuman serang dan tangkis itu, saya dibimbing oleh Allah Ta`ala untuk mendapatkan manfaat dari kaset-kaset pidato dan penjelasan dalam bentuk tanya jawab dari para Ulama' seperti Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi'i, Syaikh Rabi' bin Hadi Al-Madkhali, Syaikh Muhammad bin Hadi Al-Madkhali, Syaikh Muhammad Nasiruddin Al-Albani, Syaikh Abdul Aziz bin Baz dan para Ulama' lainnya. Di samping itu saya bersyukur kepada Allah karena dibimbing oleh Allah untuk memiliki dan membaca kitab-kitab para Ulama yang diterbitkan untuk memberi penjelasan dan bimbingan kepada ummat dalam menyikapi berbagai kelompok sempalan yang terus-menerus menyerang Dakwah Salafiyah di mana-mana.

Kitab-kitab para Ulama itu antara lain ialah:
1). Ahlul Hadits Humut Thaifah Al-Manshurah An-Najiyah , Hiwarun Ma`a Salman Al-Audah karya As-Syaikh Rabi' bin Hadi Al-Madkhali.
2). Manhaj Ahlis Sunnah wal Jama`ah fi Naqdir Rijal wal Kutub wat Thawa'if , karya As-Syaikh Rabi' bin Hadi Al-Madkhali.
Kedua kitab tersebut adalah bantahan langsung terhadap berbagai pemikiran sesat Salman Al-Audah.
3). Matha'in Sayyid Quthub fis Ashabir Rasul sallallahu `alaihi wa aalihi wasallam , karya As-Syaikh Rabi' bin Hadi Al-Madkhali.
4). Adhwa'un Islamiyyatun `ala Aqidah Sayyid Quthub wa Fikrihi , karya As-Syaikh Rabi' bin Hadi Al-Madkhali.
Kedua kitab di atas membongkar berbagai kesesatan dan penyimpangan Sayyid Quthub khususnya dalam bidang aqidah. Tokoh sesat ini adalah dedengkot gerakan Ikhwanul Muslimin yang selalu dielu-elukan oleh kelompok Muhammad Surur dan kelompok Abdur Rahman Abdul Khaliq khususnya di kalangan Salafiyyin.
5). Jama`ah Wahidah la Jama`at wa Shiratun Wahid la Asyarat Hiwarun Ma`as Syaikh Abdur Rahman Abdul Khaliq , karya As-Syaikh Rabi` bin Hadi Al-Madkhali.
6). An-Nasrul Aziz Alar Raddil Wajiz, Hiwarun Ma`a Abdir Rahman Abdil Khaliq , karya As-Syaikh Rabi` bin Hadi Al-Madkhali.
Kedua kitab ini adalah bantahan terhadap berbagai kesesatan dan penyimpangan Abdurrahman Abdul Kaliq.
7). Minhajul Anbiya' Fidda'wah ilallahi, f hil Hikmatu wal Aqlu , karya As-Syaikh Rabi' bin Hadi Al-Madkhali. Padanya Syaikh menjelaskan bagaimana sesungguhnya keterangan Al-Qur'an dan Al-Hadits tentang hikmah dakwah yang dicontohkan oleh para Nabi. Padanya juga terdapat bantahan berbagai penyimpangan dakwah Sayyid Quthub dan Abul A'la Al-Maududi.
8). Bayanu Fasadil Mi'yari, Hiwarun Ma'a Hizbiy Mutasattir , karya As-Syaikh Rabi' bin Hadi Al-Madkhali. Padanya terdapat keterangan Syaikh tentang berbagai kerancuan yang dilontarkan oleh mereka yang sedang mengempur Dakwah Salafiyyah. Nama para penyerang itu tidak mau menyebutkan jati dirinya dalam melemparkan bola api fitnah di kalangan Salafiyyin.
9). Al-Ajwibah Al-Mufidah An-As'ilatil Minhajil Jadidah , karya As-Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan. Padanya terdapat keterangan Syaikh tentang berbagai kerancuan yang dilontarkan oleh para musuh-musuh Dakwah Salafiyyah di seputar Manhaj Salaf, serta bantahan beliau secara ilmiah terhadap berbagai kerancuan itu.
10). Al-Iqna' Bima Jaa`a An A'immatid Da'wah Minal Aqwali fil Ittiba' , karya As-Syaikh Muhammad bin Hadi bin Ali Al-Madkhali. Padanya keterangan dari Syaikh yang dinukil dari berbagai penegasan para Ulama' Ahlis Sunnah terdahulu tentang masalah taqlid dan ittiba'.
11). Al-Mauridul Adzbiz Zulal Fiima Untuqida `ala Ba'dhil Minhajid Da'wah Minal Aqa'id wal A'mal karya As-Syaikh Ahman bin Yahya bin Muhammad An-Najmi. Padanya terdapat keterangan dan nasehat serta peringatan beliau terhadap berbagai bahaya hizbiyyah dan kelompok-kelompok sempalan yang ada di kalangan Ummat Islam yang menyimpang dari Manhaj Salafus Shalih.
12). As-Shahwah Al-Islamiyah, Dlawabit wat Taujihat , karya As-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin. Padanya terdapat nasehat-nasehat berharga dari beliau untuk menghadapi berbagai fitnah yang dilemparkan kepada Da'wah Salafiyyah.
13). Hukmul Intima' Ilal Firaq wal Ahzab wal Jama'aatil Islamiyyah karya As-Syaikh Bakr Abu Zaid. Padanya Syaikh menerangkan tentang hukum haramnya sikap berbagai pikiran hizbiyyah.
14). Nasyrus Shahifah fi Dzikris Shahih min Aqwal A'immatal Jarhi wat Ta'dili fi Abi Hanifah , karya As-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi'i. Padanya diterangkan oleh beliau berbagai kesalahan dan penyimpangan dari Manhaj Salafus Shalih tokoh bernama Abu Hanifah Nu'man bin Tsabit yang terkenal dengan Imam Hanafi.
15). Rudud Ahlil Ilmi `alat Tha'inin fi Haditsis Sihir wa Bayanu Bu'du Muhammad Rasyid Ridha ‘anis Salafiyyah karya As-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi'i. Padanya diterangkan oleh Syaikh tentang sesatnya kaum rasionalis termasuk pula kesesatan Muhammad Rasyid Ridha sebagai salah seorang tokoh rasionalis.
16). Al-Qaulul Baligh fit Tahdzir min Jama'atit Tabligh karya As-Syaikh Hammud bin Abdullah bin Hammud At-Tuwijari. Dalam kitab ini Syaikh menerangkan berbagai penyimpangan dan kesesatan apa yang dinamakan “Jama'at Tabligh”.
17). Mauqif Ahlis Sunnah wal Ja'maah min Ahlil Ahwa' wal Bida' karya As-Syaikh Ibrahim bin Aamir Ar-Ruhaili. Padanya Syaikh menerangkan bagaimana sikap yang dituntunkan terhadap Ahlis Sunnah dalam menyikapi berbagai golongan sempalan sesat.
18). Su'al wa Jawab Haula Fiqhul Waqi' karya As-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani.
19). Muraja'at fi Fiqhil Waqi' As-Siyasi wal Fikri `ala Dhau'il Kitab was Sunnah karya As-Syaikh Abdul Aziz bin Baz. Kedua kitab tersebut (yakni kitab nomer 18 & 19) menerangkan tentang bagaimana memahami dan menyikapi isyu yang sering dilontarkan oleh kelompok Muhammad Surur dan Abdur Rahman Abdul Khaliq tentang apa yang mereka istilahkan denganPentingnya Fiqhul Waqi' (yakni wawasan politik).

MENYIKAPI BERBAGAI PENYIMPANGAN

Demikianlah berbagai kitab yang membimbing saya untuk selamat dari berbagai gempuran fitnah yang terus dilancarkan oleh para pengacau dakwah Salafiyyah. Allah Ta`ala menyelamatkan saya dari berbagai fitnah itu dengan membimbing saya untuk merujuk kepada para Ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah. Dan dengan mentelaah berbagai kitab tersebut, saya mulai bersemangat untuk mengajarkan kepada diri saya sendiri dan Ummat Islam (khususnya Salafiyyin), berbagai kitab Aqidah para Imam Ahlis Sunnah wal Jamaah terdahulu yang disebut-sebut dalam sembilas belas kitab yang tersebut di atas. Maka sayapun membacakan di Masjid Utsman bin Affan di kampung Degolan Jl. Kali Urang Km. 15 Yogyakarta dan di masjid-masjid lainnya di berbagai kota di Jawa dan di luar Jawa, beberapa kitab aqidah sebagai berikut:
1). Kitabus Sunnah karya Al-Hafidh Abi Bakr Amr bin Abi Ashim Adl-Dlahhak bin Mukhallad As-Syaibani (wafat th. 287 H).
2). Syarhus Sunnah karya Al-Imam Abi Muhammad Al-Hasan bin Ali bin Khalaf Al-Barbahari (wafat th. 329 H).
3). Kitabus Syari'ah karya Al-Imam Abu Bakr Muhammad bin Al-Husain Al-Aajurri (wafat th. 360 H).
4). Syarah Ushul I'tiqad Ahlis Sunnah wal Jamaah , karya Al-Imam Al-Hafidh Abil Qasim Hibatullah bin Al-Hasan bin Manshur At-Thabari Al-Lalika'i (wafat th. 418 H).
5). Aqidah Salaf Ashabul Hadits karya Al-Imam Syaikhul Islam Abu Utsman Ismail bin Abdur Rahman Ash-Shabuni (wafat th. 449 H)
6). Ar-Risalah At-Tabukiyyah karya Al-Imam Syamsuddin Abi Abdillah Muhammad bin Abi Bakr Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah (wafat th. 751 H).
7). Ad-Da'u Waddawa'u karya Al-Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah.
8). I'lamul Muwaqqi'in an-Rabbil A'lamin karya Al-Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah.
9). Ijtima'ul Juyusyil Islamiyyah karya Al-Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah.
Kitab-kitab inilah yang saya sosialisasikan di kalangan Salafiyyin dalam berbagai kegiatan majlis ilmu di Yogyakarta dan berbagai kota-kota di Jawa dan di luar Jawa bahkan di luar negeri seperti di Malaysia dan Australia, dalam rangka membimbing Ummat Islam meraih keselamatan dari segala fitnah penyimpangan berbagai kelompok sempalan yang sesat dan menyesatkan.

KECENDERUNGAN KEPADA PEMAHAMAN HADDADIYYAH
Saya berkutat dengan pengajaran kitab-kitab tersebut di atas dan kitab-kitab yang lainnya untuk kalangan yang sangat terbatas. Saya sibuk dengan kunjungan ke berbagai Ulama yang ada di Yaman dan di Saudi Arabia . Saya lupa dengan keadaan sesungguhnya mayoritas ummat di Indonesia yang tingkat pemahamannya amat rendah tentang Islam. Saya saat itu menganggap tingkat pemahaman ummatku sama dengan tingkat pemahaman murid-muridku. Akibatnya ketika saya menyikapi penyelewengan ummat dari As-Sunnah, saya anggap sama dengan penyelewengan orang-orang yang ada di sekitarku yang selalu saya ajari ilmu. Tentu anggapan yang demikian ini adalah anggapan yang dhalim. Dengan anggapan yang salah inilah akhirnya saya ajarkan sikap keras dan tegas terhadap ummat yang menyimpang dari As-Sunnah walaupun mereka belum mendapatkan penyampaian ilmu Sunnah. Sayapun sempat menganggap bahwa mayoritas kaum Muslimin adalah Ahlul Bid'ah dan harus disikapi sebagai Ahlul Bid'ah. Maka tampaklah Dakwah Salafiyyah yang saya perjuangkan menjadi terkucil, kaku dan keras. Saya telah salah paham dengan apa yang saya pelajari dari kitab-kitab para Ulama' tersebut di atas tentang sikap terhadap Ahlul Bid'ah. Saya sangka Ahlul Bid'ah itu ialah semua orang yang menjalankan bid'ah secara mutlak.
Saya baru tersadar tentang kesalahan tersebut, setelah Syaikh Muhammad Aman Al-Jamirahimahullah memberikan ceramah di Masjid An-Nabawi tentang adanya pemahaman sesat yang ekstrim dari seorang yang bernama Abu Abdillah Mahmud bin Muhammad Al-Haddad Al-Masri, yang kemudian dinamakan pemahaman Haddadiyyah. Pemahaman sesat orang ini ialah bahwa setiap orang yang berkata atau berbuat dengan bid'ah maka dia secara mutlak bisa divonis sebagai ahlul bid'ah dan harus disikapi sebagai ahlul bid'ah. Padahal menurut Al-Qur'an dan Al-Hadits, orang yang berbuat bid'ah itu belum tentu bisa langsung divonis sebagai ahlul bid'ah berhubung adanya penghalang untuk divonis demikian. Contohnya orang yang belum tahu kalau perbuatan itu adalah bid'ah karena belum sampainya ilmu kepadanya. Juga orang yang berbuat bid'ah karena dipaksa dan dia takut dengan paksaan itu. Dan juga ada yang berbuat bid'ah karena ijtihad dia yang salah dan tidaklah karena ingin menyeleweng dari Sunnah. Cara ijtihadnya sudah benar, namun produk ijtihadnya yang salah. Mereka yang demikian ini tidak dapat divonis sebagai Ahlul Bid'ah karena terdapat pada mereka mawani'(beberapa penghalang) untuk divonis sebagai ahlul bid'ah. Ceramah Syaikh Muhammad Aman Al-Jami ini mengoreksi pula kesalahanku dalam memahami permasalahan tersebut. Yang dinamakan Ahlul Bid'ah itu ialah orang yang sengaja menunjukkan sikap dlahir membenci As-Sunnah meskipun telah sampai kepadanya ilmu Sunnah dan juga telah jelas baginya bahaya bid'ah terhadap agama dan imannya. Namun dia tetap membenci As-Sunnah dan senang memilih bid'ah. Kalau Ahlul Bid'ah itu ialah orang-orang yang seperti ini, tentu jumlah mereka hanya sedikit. Sedangkan mayoritas Ummat Islam itu adalah Ahlus Sunnah wal Jamaah, karena mereka berbuat bid'ah hanyalah karena ikut-ikutan dan tidak tahu bahwa perbuatan yang mereka lakukan itu adalah bid'ah.

LATAR BELAKANG TERBENTUKNYA LASKAR JIHAD

Saya mulai menyadari, betapa ummatku adalah ummat yang amat jauh dari ilmu dan mayoritasnya dalam keadaan amat rancu pemahaman mereka tentang Islam. Kesimpangsiuran pemahaman tentang Islam di tengah ummat ini dilansir dengan dahsyat oleh kalangan Ahlul Bid'ah. Mulailah dalam diri ini timbul rasa iba kepada ummat yang jauh dari jangkauan ilmu. Dan saya berusaha untuk mengikis pemahaman yang salah di kalangan murid-muridku tentang pengertian siapakah Ahlul Bid'ah itu. Namun pemahaman pertama yang salah, telah menghunjam dalam pikiran mayoritas atau hampir seluruh murid-muridku. Yaitu pandangan bahwa orang-orang yang menjalankan bid'ah itu secara mutlaq adalah Ahlul Bid'ah atau disikapi sebagai Ahlul Bid'ah. Hikmah dakwah sedikit sekali dijadikan pertimbangan oleh para da'i dari kalangan murid-muridku.
Di saat yang demikian itulah meletus kerusuhan di Poso – Sulawesi Tengah, dan di Ambon – Maluku. Dari hari ke hari keadaan semakin memilukan di dua daerah tersebut. Korban di pihak kaum Muslimin semakin banyak dan keresahan pun meledak pada kaum Muslimin di seluruh Indonesia . Namun mereka tidak tahu menahu, apa yang harus mereka perbuat dalam membela saudaranya di Poso dan Ambon itu. Pemerintah tambah linglung seakan-akan tidak mampu berbuat apa-apa menghadapi para perusuh yang dengan leluasa terus-menerus membantai kaum Muslimin di sana . Saya sedih dan sedih melihat kenyataan pahit ini.
Keprihatinanku semakin mendalam atas kenyataan ini. Sementara kaum Muslimin di Jakarta dan berbagai daerah di Indonesia sibuk dengan berbagai demonstrasi turun di jalan-jalan untuk mengecam berbagai pembantaian di daerah-daerah konflik itu. Namun berbagai demonstrasi itu tidak meringankan sama sekali penderitaan kaum Muslimin di Poso, Ambon , dan Halmahera Utara yang sedang diserang kaum salibis itu. Maka dengan keprihatinan yang mendalam itulah saya memanggil segenap murid-muridku untuk bermusyawarah dan memutuskan sikap bersama sesuai dengan tuntunan Al-Qur'an dan As-Sunnah An-Nabawiyyah. Kami mempelajari dalil-dalil Al-Qur'an dan As-Sunnah berkenaan kewajiban membela saudara kita kaum Muslimin yang dalam kegentingan dan bahaya. Di antara dalil-dalil yang kami pelajari itu antara lain ialah:
1). Firman Allah Ta`ala dalam Al-Qur'an surat Al-Anfal 72:
“Dan bila mereka (saudaramu sesama Mukminin) meminta pertolongan kepadamu dalam urusan pembelaan agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan kepadanya.” ( Al-Anfal : 72)
2). Sabda Rasulullah shalallahu `alaihi wa alihi wa sallam :
“Tolonglah saudaramu dalam keadaan dhalim atau dalam keadaan didhalimi.” Beliau ditanya: “Ya Rasulullah, kalau saudara kami itu dalam keadaan didhalimi, maka semestinya kami menolongnya. Lalu bagaimana pula kalau saudara kami itu dalam keadaan dhalim, bagaimana kami menolongnya?” Maka beliau pun menjawab: “Bila kalian melihat saudara kalian itu dalam keadaan dhalim, maka cegahlah dia dari kedhaliman itu dan yang demikian itulah pertolongan kalian kepadanya.” (HR. Al-Bukhari dalam Shahih nya, lihat Fathul Bari juz 5 hal. 98 hadits ke 2444 dari Anas bin Malik radliyallahu `anhu )
3). Al-Barra' bin Azib radliyallahu `anhu menceritakan: “Nabi shalallahu `alaihi wa alihi wa sallamtelah memerintahkan kepada kami dengan tujuh perkara dan melarang kami dengan tujuh perkara.” Maka Al-Barra' menyebutkan tentang perintah-perintahnya, yaitu: Menjenguk orang Islam yang sakit, mengantarkan jenazah Muslim ke kuburan, mendoakan rahmat bagi orang Islam yang bersin yang mengucapkan alhamdulillah , menjawab salam saudaranya sesama Muslim yang mengucapkan salam, menolong orang Islam yang didhalimi , memenuhi undangan orang Islam, dan menunaikan sumpah yang telah diikrarkan.” (HR. Bukhari dalamShahih nya di hadits ke 2445).
Dengan dalil-dalil ini, kami pun mulai mempelajari keterangan para Ulama tentang pengertian hukum dari dalil-dalil tersebut. Maka kami dapati keterangan sebagai berikut:
1). Al- Hafidh Ibnu Katsir rahimahullah wa askanahu fil Jannah menerangkan dalam tafsirnya terhadap surat Al-Anfal 72 (yang artinya):
“Dan bila mereka orang-orang Islam yang tinggal di gunung-gunung itu, di mana mereka ini tidak berhijrah ke negeri Islam. Bila mereka yang keadaannya demikian ini meminta tolong untuk memerangi musuh dalam perang karena alasan agama, maka tolonglah mereka.”
3). Al-Hafidh Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah wa askanahu fil Jannah menerangkan tentang pengertian hadits tersebut di atas dalam kitab beliau Fathul Bari jilid 5 halaman 99 sebagai berikut:
“Menolong saudara sesama Muslimin yang didhalimi adalah fardlu kifayah dan ini merupakan haknya orang Islam yang didhalimi dalam segala perkara. Karena yang diajak bicara dengan seruan di hadits ini adalah segenap kaum Muslimin, sehingga kewajiban yang ada padanya meliputi segenap kaum Muslimin. Dan ini adalah pendapat yang lebih kuat. Tetapi kewajiban menolong sesama kaum Muslimin yang didhalimi ini kadang-kadang fardlu a'in bagi seorang Muslim yang mempunyai kemampuan untuk mencegah kedhaliman itu, dengan syarat apabila pencegahan kedhaliman itu tidak menimbulkan kerusakan yang lebih besar dari kedhaliman itu sendiri. Juga kewajiban menolong itu akan menjadi fardlu a'in bila seorang Muslim meyakini atau menurut dugaannya yang kuat bahwa perjuangan menolong Muslimin yang didhalimi itu tidak menggugurkan kewajiban agama dan tidak pula menggugurkan amalan-amalan sunnah dengan syarat sebagaimana yang telah disebutkan. Dan seandainya sebanding antara kemanfaatan yang ditimbulkan dan kerusakan yang diakibatkan oleh upaya membela kaum Muslimin itu, maka kaum Muslimin yang akan menolong saudaranya itu boleh memilih, apakah mengupayakan pertolongan itu atau tidak mengupayakannya. Dan juga menjadi syarat yang harus dipenuhi oleh pihak yang akan membela saudaranya sesama Muslimin, ialah bahwa dia benar-benar telah memastikan bahwa apa yang menimpa saudaranya dari musuhnya itu adalah benar-benar kedhaliman dari mereka para musuh itu terhadap kaum Muslimin. Kemudian pertolongan terhadap sesama Muslimin itu kadang dilakukan bersamaan sedang terjadinya kedhaliman itu, dan ini makna hakiki dari perintah yang ada dalam hadits ini. Kadang pula pertolongan itu dilakukan dalam bentuk pencegahan agar tidak terjadinya kedhaliman itu sebelum perbuatan itu dilakukan terhadap Muslimin, seperti dilindunginya seorang Muslim yang dikejar oleh musuh yang ingin mengancam si Muslim itu bila tidak menyerahkan hartanya dalam jumlah tertentu, maka dia akan sakiti. Dan kadang pula pertolongan itu dilakukan dalam bentuk pembalasan terhadap kedhaliman musuh terhadap kaum Muslimin setelah usainya kedhaliman itu, yang demikian ini banyak terjadi.” Demikian Al-Hafidh Ibnu Hajar Al-Asqalani menerangkan.
Maka dengan mempelajari dalil-dalil serta keterangan para Ulama' tentang dalil-dalil itu, kami mendiskusikan dengan para Ulama' tentang situasi yang ada di Poso dan Maluku. Apakah dalil-dalil yang ada dalam Al-Qur'an dan Al-Hadits itu dengan disertai keterangan para Ulama' terhadapnya, sudah mengharuskan kami Ummat Islam di Indonesia untuk melakukan upaya pembelaan terhadap saudara-saudara kami yang dibantai dengan dhalim di wilayah-wilayah kerusuhan tersebut. Para Ulama' yang kami hubungi untuk kepentingan konsultasi ini adalah As-Syaikh Shalih As-Suhaimi, As-Syaikh Ubaid Al-Jabiri, As-Syaikh Rabi' bin Hadi Al-Madkhali, As-Syaikh Abdul Muhsin Al-`Abbad, As-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi`i rahimahullah , As-Syaikh Muhammad bin Hadi Al-Madkhali, dan As-Syaikh Ahmad An-Najmi. Mereka semuanya menyatakan wajibnya jihad untuk membela kaum Muslimin yang teraniaya dan bahkan wajib membentuk Imarah (kepemimpinan) untuk menjalankan jihad tersebut. As-Syaikh Muqbil menasehatkan agar Imarah itu supaya dikesankan sebagai kepemimpinan kaum Muslimin dalam menjalankan jihad fi sabilillah saja. As-Syaikh Ahmad An-Najmi menasehatkan untuk dibentuk organisasi panitia yang mengurus pelaksanaan jihad fi sabilillah . Maka dengan berbagai nasehat tersebut, saya mengumpulkan segenap murid-muridku untuk membentukImaratul Jihad dan para muridku sepakat untuk mengangkat saya sebagai pimpinan Imarah itu. Nama Imaratul Jihad itu kita sepakati ialah Laskar Jihad Ahlus Sunnah wal Jamaah. Sedangkan nama pimpinan Imaratul Jihad itu ialah Panglima Laskar Jihad Ahlis Sunnah wal Jamaah, agar mengesankan kepada publik bahwa Imarah ini hanya dalam perkara pelaksanaan jihad semata sebagaimana yang dinasehatkan oleh As-Syaikh Muqbil.
Deklarasi pembentukan Laskar Jihad Ahlus Sunnah wal Jamaah kita laksanakan pada tgl. 1 Muharram 1422 H atau bertepatan dengan tgl. 6 April 2000 M di lapangan bola Istora Senayan Jakarta. Dan untuk persiapan terjun ke medan perang, maka kita mengadakan latgabnas(Latihan Gabungan Nasional) Laskar Jihad Ahlus Sunnah wal Jamaah di desa Kayu Manis kampung Munjul kecamatan Tanah Sareal kota madya Bogor pada tgl. 2 s/d 12 Muharram 1422 H atau bertepatan dengan tgl. 7 s/d 17 April 2000. Mata duniapun membelalak terhadap kami, sehingga acara-acara kami tersebut diliput oleh media masa cetak dan elektronik dalam dan luar negeri. Sehingga Presiden Abdur Rahman Wahid yang memimpin negara ini saat itu beserta segenap jajarannya terus-menerus mendapat tekanan dari dalam dan luar negeri. Program latihan dan rencana keberangkatan kami ke Ambon dibicarakan dalam sidang kabinet pemerintahan Abdur Rahman Wahid. Maka Presidenpun mengeluarkan ultimatum, bila Laskar Jihad Ahlis Sunnah wal Jamaah jadi berangkat ke Ambon , maka akan disikat habis. Menteri pertahanan Juwono Sudarso juga mengeluarkan ancaman serupa. Kemudian diikuti pula oleh Wakil panglima TNI Jendral Fakhrur Razi, dan KASAL Lakasamana Ahmad Sucipto juga mengeluarkan ancaman serupa. Dengan berbagai ancaman itu banyak kaum Muslimin di Indonesia kecil hati terhadap kemungkinan Laskar Jihad Ahlis Sunnah wal Jamaah jadi berangkat ke Ambon .
Namun dengan bertawakkal kepada Allah Ta`ala kamipun berangkat ke Ambon dengan menumpang kapal PELNI sehingga tgl 24 Muharram 1422 H atau bertepatan dengan tgl. 29 April 2000 kami telah sampai dengan selamat di bumi Ambon dengan sambutan gegap gempita dari kaum Muslimin Maluku di Ambon. Saya mendapati saudara-saudara Muslimin di Maluku harus diperbaiki semangat keagamaannya yang sangat lemah bahkan hampir pudar. Saya sedih dan sedih melihat kenyataan pahit demikian. Sehingga penekanan perjuangan yang saya canangkan di sana adalah dakwah dan pendidikan, perbaikan kesehatan serta perjuangan pembelaan dan pendampingan kaum Muslimin dalam menghadapi serangan-serangan fisik dari musuh-musuh mereka ke kampung-kampung Muslimin. Saya memimpin operasi perjuangan Laskar Jihad Ahlus Sunnah wal Jamaah selama dua tahun dengan cerita suka dukanya. Dalam masa dua tahun itu saya dapati kenyataan berbagai kekurangan pada murid-muridku dalam berhadapan dengan problem-problem masyarakat Muslimin di sana . Kekurangan itu meliputi kekurangan dalam perkara akhlaq dan hikmah dakwah. Tentu kekurangan demikian amat berbahaya dalam perjalanan dakwah dan perjuangan ini. Kekurangan tersebut menciptakan jarak yang berbahaya antara masyarakat Muslimin dengan kami. Saya sedih dan sedih melihat kenyataan pahit demikian. Dan akhirnya saya putuskan pada tgl. 7 Oktober 2002 untuk bubarnya Laskar Jihad Ahlus Sunnah wal Jamaah. Dan dengan keputusan saya untuk membubarkan dan menghentikan aktifitas jihad secara fisik ini, maka sayapun membikin langkah-langkah fundamental demi masa depan perjuangan Dakwah Salafiyah di Indonesia. Saya persilakan segenap murid-muridku untuk pergi ke medan perjuangan masing-masing dan sayapun segera berkemas untuk menyongsong program-program perjuangan yang terbentang di depan langkah-langkah perjuanganku.
KOREKSI TOTAL TERHADAP PERJUANGAN DA'WAH SALAFIYAH
Ketika saya sedang memimpin jihad fi sabilillah , kesibukan amat padat dan seakan saya tidak sempat lagi merenung dan mengoreksi berbagai kekurangan dalam langkah Dakwah Salafiyah yang sedang saya tempuh bersama segenap murid-murid, meskipun telah terjadi berbagai kasus antara para murid dengan kaum Muslimin di medan dakwah. Sebagian kasus itu terjadi dengan sepengetahuan dan persetujuanku, sebagian lagi terjadi tanpa sepengetahuanku dan tidak saya setujui. Namun berbagai kejadian itu tidak sempat menyentakkanku untuk melakukan renungan dan koreksi terhadap berbagai langkah dakwah yang saya lakukan dengan segenap murid-muridku. Sehingga dengan telah dibubarkannya Laskar Jihad Ahlus Sunnah wal Jamaah, maka saya berkesempatan untuk mempelajari berbagai langkah dakwah yang sedang saya laksanakan. Pergunjingan yang dahsyat di seputar pembubaran Laskar Jihad Ahlus Sunnah wal Jamaah tidak mengganggu aktifitasku mempelajari dan mengoreksi berbagai langkah Dakwah Salafiyyah yang selama ini saya lakukan. Dalam masa uzlah(penyendirian) yang saya lakukan antara bulan Oktober s/d Desember 2002, saya terus mempelajari dan mengoreksi berbagai kebijakan Dakwah Salafiyyah yang saya lakukan sejak Januari 1990 s/d Oktober 2002 dan saya pelajari semua kekurangannya melalui kitab-kitab para Ulama' Ahlus Sunnah wal Jamaah. Adapun hasil renunganku dan koreksi yang saya lakukan selama masa uzlah itu adalah sebagai berikut:
1). Menjalankan Islam itu haruslah lengkap dalam segala aspek kehidupan dan tidak boleh hanya memfokuskan pada satu bidang masalah agama saja dengan mengabaikan masalah yang lain. Hal ini sebagaimana perintah Allah Ta`ala dalam firman-Nya:
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kalian dalam Islam dengan secara keseluruhan dan jangan kalian mengikuti jejak-jejak setan. Sesungguhnya ia adalah musuhmu yang nyata.” (Al-Baqarah : 208)
Al-Imam Al-Hafidh Abul Fida' Isma'il bin Umar bin Katsir bin Dhau' bin Katsir Al-Qurasyi Ad-Dimasyqi As-Syafi'i rahimahullah dalam tafsirnya menerangkan: “Allah Ta`ala di ayat ini memerintahkan hamba-Nya yang telah beriman kepada kebenaran Islam dan beriman kepada kebenaran Rasul-Nya, untuk berpegang dengan segenap ikatan Islam dan segenap syariat-Nya serta beramal dengan segenap perintah-Nya dan meninggalkan segenap larangan-Nya dengan sebesar kemampuan yang bisa dikerahkan untuk itu.” Kemudian Ibnu Katsir membawakan riwayat Ibnu Abi Hatim lengkap dengan sanadnya bersambung sampai ke Ibnu Abbas radliyallahu `anhuma yang menerangkan tafsir terhadap ayat ini sebagaimana yang diterangkan di atas.
Al-`Allamah Abdurrahman bin Nasir As-Sa'di rahimahullah menerangkan tafsir ayat ini dalamTaisirul Karimir Rahman fi Tafsir Kalamil Mannan sebagai berikut: “Ini adalah perintah dari Allah kepada hamba-hamba-Nya yang beriman untuk masuk dalam agama Islam secara total yakni dalam segenap ketentuan syariat agama, dan jangan meninggalkan sedikitpun daripadanya dan janganlah mereka menjadi seperti orang-orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya, yaitu orang-orang yang bila ketentuan syariat itu mencocoki hawa nafsunya maka dia mau beramal dengannya dan bila ketentuan syariat itu menyelesihi hawa nafsunya maka ia tinggalkan. Bahkan semestinya hawa nafsu harus mengikuti ketentuan agama dan mengerjakan segenap apa yang dia mampu mengamalkannya dari segenap amalan-amalan yang baik. Dan bila dia tidak mampu mengerjakannya, maka dia bertekad dan berniat untuk berusaha mengamalkannya sehingga upayanya akan terus menuju apa yang diniatkannya.”
Dengan demikian maka tidaklah tepat kalau Dakwah Salafiyah itu hanya memfokuskan pada perkara aqidah saja, meskipun dengan alasan dalam rangka prioritas dakwah. Karena Dakwah Salafiyah itu haruslah berjalan secara gradual (yakni bersama-sama pada semua sisinya) dalam memahamkan Ummat Islam tentang agama Islam yang benar dan tidak boleh diabaikan satu bagian tertentu dari Syari'at Islamiyah. Koreksi terhadap Dakwah Salafiyyah di Indonesia di masa lalu yang saya lakukan bersama murid-murid, ialah kecenderungan padanya untuk berlebihan dalam mengutamakan upaya penjernihan aqidah sehingga terkesan mengecilkan perkara akhlaq. Akibatnya amat terasa betapa kaku dan kasarnya sepak terjang juru dakwah Salafiyah di Indonesia sehingga menjadi fitnah tersendiri bagi Dakwah Salafiyah itu sendiri dalam pandangan Ummat Islam Indonesia . Dakwah ini terkesan tertutup dan menyeramkan bagi keumuman orang karena kelemahan sisi akhlaqul karimah . Yang demikian ini tentu kekurangan yang fatal bila ditinjau dari sisi Syari'ah Islamiyah maupun dari sisi akal dan perasaan.
2). Islam adalah agama yang menentang keras sikap ikut-ikutan dalam beragama yang diistilahkan dalam syariah Allah dengan taqlid . Islam mengajak ummatnya untuk bertanggung jawab secara ilmiah di hadapan Allah Ta`ala dalam menjalankan agama-Nya. Maka Allah Ta`ala melarang hamba-Nya untuk mengikuti siapapun tanpa dasar kepastian ilmu.
“Dan janganlah kalian mengikuti apa saja yang kalian tidak ada ilmu padanya.” ( Al-Isra : 36)
Bahkan Allah Ta`ala mengancam orang-orang yang ikut-ikutan dalam beragama dengan penyesalan yang abadi di akherat.
“Pada hari itu orang-orang yang diikuti berlepas diri dari orang-orang yang mengikutinya dan mereka semua melihat adzab dan terputuslah segala hubungan yang pernah ada di dunia antara pimpinan yang diikuti dengan segenap pengikutnya. Dan berkatalah orang-orang pengikut pimpinan sesat itu: “Seandainya kami berkesempatan kembali ke dunia niscaya kami akan berlepas diri dari para pimpinan itu sebagaimana mereka berlepas diri dari kami.” Demikianlah Allah tunjukkan kepada mereka akibat perbuatan mereka membebek kepada para pimpinan itu sebagai penyesalan atas mereka dan merekapun tidak dapat keluar dari neraka.” ( Al-Baqarah : 166 –167)
Rasulullah shalallahu `alaihi wa alihi wa sallam bersabda:
“Semua anak Adam banyak melakukan kesalahan dan sebaik-baik orang yang banyak melakukan kesalahan itu adalah yang banyak bertaubat.” (HR. Ahmad , hadits hasan)
Dengan sebab itulah Al-Imam Malik bin Anas Al-Asbahi menyatakan: “Semua omongan orang bisa diterima dan bisa ditolak, kecuali omongan penghuni kubur ini.” Beliau menyatakan demikian sambil mengisyaratkan ke kubur Rasulullah shalallahu `alaihi wa alihi wa sallam .
Maka dengan demikian, pendapat siapapun yang berdasarkan dalil Al-Qur'an dan Al-Hadits dengan cara pendalilan yang benar, maka pendapat itu harus diterima sebagai kebenaran. Demikian pula pendapat siapa pun yang tidak berdasarkan dalil tersebut, maka pendapat itu bukanlah sesuatu yang harus ditaati dan bukan sebagai sesuatu yang harus diterima. Dari pengamatanku selama ini, saya melihat gejala pada murid-muridku untuk mengarah kepada sikap taqlid kepada para Ulama'. Seakan keterangan agama itu dianggap cukup bila seorang Syaikh berkata ini dan itu tanpa keterangan dalil apapun. Atau bahkan pernyataan seorang Syaikh itu dianggap dalil agama. Yang demikian ini tentu amat fatal mengancam masa depan Dakwah Salafiyah. Dan memang telah terjadi peristiwa yang amat fatal dalam perkembangan Dakwah Salafiyyah, ketika beberapa gerombolan orang-orang pendusta membikin laporan palsu kepada Syaikh tentang seseorang. Kemudian Syaikh mempercayai laporan itu dan akhirnya Syaikh itu membuat kesimpulan salah tentang orang tersebut tanpa tabayyun(penelitian) dan tanpa tatsabbut (pemastian) tentang berita itu. Akibatnya fatwa Syaikh itupun menjadi sebab menyalanya berbagai fitnah di kalangan orang-orang yang mengaku sebagai pengikut Salafus Shalih. Maka semua fitnah ini terjadi karena menganggap bahwa Ulama' ituma'shum (yakni terjaga dari kesalahan dan kekeliruan), sehingga omongannya pasti benar dan harus diikuti. Tentu anggapan yang demikian ini telah melenceng dari Manhaj Salafus Shalih Ahlus Sunnah wal Jamaah.
3). Akhlaqul Karimah (yakni akhlaq yang mulia) amat penting kedudukannya dalam pengamalan Syari'ah Islamiyah. Akhlaqul Karimah sangat dipuji dan dimuliakan oleh Allah Ta`ala dalam Al-Qur'an dan juga dipuji oleh Rasulullah shalallahu `alaihi wa alihi wa sallam dalam Al-Hadits. Lihatlah betapa Allah Ta`ala memuji orang yang bertaqwa dalam firman-Nya:
“Sesungguhnya orang yang paling mulia dari kalian adalah yang paling bertaqwa.” ( Al-Hujurat: 13)
Kemudian Rasulullah shalallahu `alaihi wa alihi wa sallam menegaskan:
“Sesungguhnya orang yang paling baik dari kalian ialah yang paling baik akhlaknya.” HR.Bukhari dalam Shahih nya, Kitabul Adab Bab Husnul Khuluq hadits ke 6035).
Maka orang yang paling bertaqwa itu ialah orang Islam yang paling baik tauhidnya dan ibadahnya dan paling baik pula akhlaqnya. Hal ini diterangkan dalam beberapa sabda Nabishalallahu `alaihi wa alihi wa sallam sebagai berikut:
“Orang Mukmin yang paling sempurna imannya ialah yang paling baik akhlaqnya.” (HR. Abu Ya'la dalam Musnad nya dari hadits Anas bin Malik dan At-Tirmidzi dalam Sunan nya dan Al-Hakim dalam Mustadrak nya dari hadits Abi Hurairah radliyallahu `anhu . Lihat Fathul Bari juz 10 hal. 458)
Usamah bin Syuraik meriwayatkan: Mereka para Shahabat bertanya: “Wahai Rasulullah, siapakah hamba Allah yang paling dicintai oleh Allah?” Maka Rasulullah shalallahu `alaihi wa alihi wa sallam bersabda: “Yang paling dicintai oleh-Nya dari mereka adalah hamba-hamba Allah yang paling baik akhlaqnya.” (HR. Ibnu Hibban dan Al-Hakim dan At-Thabrani . Lihat Fathul Bari juz 10 hal. 458)
“Perkara yang paling berat dalam timbangan amal (di hari kiamat) adalah Akhlaq yang mulia.” (HR. Abu Dawud dalam Sunan nya dan Ahmad dalam Musnad nya. Lihat Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah juz 2 hal. 535 hadits ke 876)
“Sesungguhnya seorang Mukmin itu dengan akhlaqnya yang mulia akan bisa mencapai derajat keutamaan orang yang suka berpuasa dan keutamaan orang yang suka menunaikan shalat.” (HR. Abu Dawud dalam Sunan nya juz 4 hal. 253 bab Fi Husnil Khulq hadits ke 4798 dari Aisyahradliyallahu `anha dari Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam ).
Dan banyak lagi hadits-hadits Nabi shalallahu `alaihi wa alihi wa sallam yang menegaskan betapa tinggi kedudukan akhlaqul karimah dalam Islam, sejajar dengan kedudukan iman dan tauhid serta ibadah. Maka bila perjuangan dakwah Islamiyah yang mengabaikan sisi akhlaqul karimah ini, akan menjadi petaka terhadap perjuangan itu sendiri. Dan memang saat ini telah terjadi petaka yang dahsyat pada jalannya perjuangan Dakwah Salafiyyah di Indonesia dikarenakan pengabaian sisi pendidikan akhlaqul karimah ini. Banyak para da'i lulusan Universitas Islam Al-Madinah An-Nabawiyah dan lulusan Yaman, menjadi tukang gosip dan tidak mempunyai wara' (yakni kehati-hatian) dalam menyampaikan berita. Berita-berita dusta gampang sekali dilontarkan di majlis-majlis “ilmu” mereka tanpa takut ancaman dosa besar akibat perbuatan dusta itu. Semua ini tentu adalah penyimpangan yang nyata dari Manhaj Salafus Shalih. Syi'ar-syi'ar Manhaj Salaf dilecehkan oleh para perusak Dakwah Salafiyah ini sebagai akibat kerusakan akhlaq mereka. Akibatnya atribut-atribut Manhaj Dakwah Salafiyah seperti Tahdzir dan Hajr tampak sedemikian buruknya di hadapan Ummat Islam. Hal ini karena dua syi'ar Manhaj Salaf ini sering dijadikan alat kepentingan sang da'i untuk berebut
1). Tahdzir itu maknanya ialah memperingatkan ummat Islam dari bahaya suatu pemahaman sesat atau akhlaq yang buruk dan juga memperingatkan Ummat Islam dari bahaya orang yang berpemahaman atau berakhlaq yang menyimpang itu. Adapun Hajr maknanya ialah anjuran kepada Ummat Islam untuk menjauhi atau memboikot orang yang berakhlaq yang buruk atau orang yang berpemahaman yang sesat agar Ummat Islam selamat dari penyimpangan orang tersebut.
pengikut. Padahal dalam Manhaj Salafus Shalih, Tahdzir dan Hajr itu dilakukan dengan penuh kehati-hatian dan penelitian serta proses nasehat yang ketat dan dengan semangat ketaqwaan dan keikhlasan kepada Allah Ta`ala. Yang demikian karena dalam rangka tanggung jawab seorang da'i terhadap keselamatan Ummat Islam dari ancaman berbagai kesesatan dalam beragama. Semua ini tidak akan bisa dilakukan kecuali oleh orang yang diberi hidayah dan taufiq oleh Allah sehingga mempunyai keikhlasan dan ketaqwaan yang tinggi denganakhlaqul karimah yang menjadi tabiatnya.
4). Persatuan dan kesatuan Ummat Islam serta Ukhuwah Imaniyah Islamiyah adalah termasuk Aqidah Ahlus Sunnah wal Jamaah. Para Ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah sangat besar perhatiannya kepada ayat-ayat Al-Qur'an dan Hadits-hadits Nabi shalallahu `alaihi wa alihi wa sallam yang menyerukan persatuan dan ukhuwwah Imaniyah Islamiyah dan mereka semua sangat kuat semangat kepeloporan mereka dalam menjalin Ukhuwah Imaniyah Islamiyah di kalangan Ummat Islam atau Ahlus Sunnah wal Jamaah. Hal ini karena Allah dan Rasul-Nya sangat banyak menasehati Ummat Islam untuk membina semangat Ukhuwah Imaniyah Islamiyah di kalangan mereka. Juga Allah dan Rasul-Nya sangat keras memperingatkan Ummat Islam dari bahaya perpecahan di kalangan mereka. Mari kita telaah sebagian ayat Al-Qur'an dan Hadits-hadits Nabi shalallahu `alaihi wa alihi wa sallam tentang masalah ini.

4.a). Allah Ta`ala berfirman:
“Hanyalah kaum Mukminin itu bersaudara antar satu dengan yang lainnya, oleh karena itu damaikanlah di antara saudara-saudara kalian. Dan bertaqwalah kalian kepada Allah, semoga dengan demikian kalian dirahmati.” ( Al-Hujurat : 10)

Al-Imam Abu Ja'far Muhammad bin Jarir At-Thabari rahimahullah dalam Tafsir nya menerangkan tentang ayat ini: “Allah Ta`ala telah berfirman kepada orang-orang yang beriman kepada-Nya, bahwa sesungguhnya kaum Mukminin itu adalah orang-orang yang bersaudara dalam agama ini. Oleh karena itu damaikanlah di antara dua saudara kalian bila keduanya saling berperang, dengan membawa keduanya kepada hukum Allah dan hukum Rasul-Nya. Dan takutlah kalian kepada Allah wahai sekalian manusia dengan cara menunaikan kewajiban yang dibebankan-Nya kepada kalian dalam mengupayakan perdamaian dengan cara yang adil di antara dua kelompok Mukminin yang saling berperang. Dan juga takutlah kalian kepada Allah dalam menjalankan kewajiban yang lainnya, dalam bentuk menjauhkan diri dari bermaksiat kepada-Nya agar Tuhan merahmati kalian, sehingga Dia memaafkan berbagai kejahatan kalian di masa lalu bila kalian mentaati-Nya, mengikuti perintah dan larangan-Nya, serta bertaqwa kepada-Nya dalam mentaati-Nya.”
Al-Imam Abu Muhammad Al-Husain bin Mas'ud bin Al-Farra' Al-Baghawi rahimahullahmenerangkan dalam Tafsir nya: “Hanyalah kaum Mukminin itu bersaudara dalam agama maupun dalam kesetiaan. Maka oleh karena itu damaikanlah diantara saudara-saudara kalian itu bila mereka berselisih dan bila saling berperang. Dan bertaqwalah kalian kepada Allah, jangan mendurhakai-Nya dan jangan pula kalian menyelisihi perintah-Nya. Semoga dengan demikian kalian dirahmati-Nya.”

4.b). Kemudian setelah memberikan penjelasan yang demikian, Al-Imam Al-Baghawi meriwayatkan beberapa hadits dengan sanadnya dari Salim bin Abdullah bin Umar bin Al-Khattab radliyallahu `anhum dari bapaknya (yakni Abdullah bin Umar) bahwa Nabi shalallahu `alaihi wa alihi wa sallam bersabda:
“Seorang Muslim itu adalah saudara bagi Muslim yang lainnya, tidak boleh mendhaliminya dan tidak boleh mencercanya. Barangsiapa yang membantu keperluan saudaranya maka Allah akan membantu keperluannya. Dan barangsiapa membantu seorang Muslim untuk melepasnya dari kesulitan yang dialaminya, maka Allah akan membantu dia untuk terlepas dari berbagai kesulitan di hari kiamat. Dan barangsiapa yang menutup keaiban seorang Muslim, maka Allah akan menutupi keaibannya di hari kiamat.” (HR. Al-Baghawi dalam Tafsir nya juz 5 hal. 201). 4.c). Dari Abi Hurairah radliyallahu `anhu beliau memberitakan: Rasulullah shalallahu `alaihi wa alihi wa sallam bersabda:
“Hati-hatilah kalian dari berburuk sangka kepada saudaramu sesama Muslim, karena berprasangka buruk kepada sesama Muslim itu adalah sedusta-dustanya omongan. Dan janganlah kalian saling mencari keaiban saudaranya sesama Muslim dan jangan pula kalian saling mengintai satu dengan yang lainnya, jangan pula kalian saling mendengki satu dengan lainnya dan jangan saling marah satu dengan lainnya, dan jangan kalian saling membelakangi satu dengan lainnya, dan jadilah kalian sebagai hamba-hamba Allah yang saling bersaudara.” (HR. Bukhari dalam Shahih nya hadits ke 6074. Lihat Fathul Bari juz 10 hal. 481)

4.d). Allah Ta`ala berfirman:
“Dan saling tolong-menolonglah kalian (kaum Muslimin) dalam menjalankan ketaatan kepada Allah dan dalam meninggalkan segala yang dilarang oleh Allah dan janganlah kalian saling tolong-menolong dalam perbuatan maksiat dan dalam mendhalimi hak orang lain. Dan bertaqwalah kalian kepada Allah, sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya.” ( Al-Maidah : 2)

4.e). Al-Hafidh Abul Fida' Isma'il bin Umar bin Katsir bin Dhau' bin Katsir Al-Qurasyi Ad-Dimasyqi dalam menafsirkan ayat ini dalam Tafsirul Qur'anil Adzim membawakan riwayat Ahmad bin Hanbal dalam Musnad nya dengan sanadnya dari Yahya bin Tsabit yang mendengar dari seorang Shahabat Nabi, bahwa Nabi shalallahu `alaihi wa alihi wa sallam bersabda:
“Seorang Mukmin yang bergaul dengan manusia dan bersabar dengan gangguan mereka, itu lebih baik dari pada seorang Mukmin yang tidak bergaul dengan manusia karena tidak sabar dengan gangguan mereka.” (HR. Abul Fida Ismail bin Katsir Al-Qurasyi Al-Dimasqy dalamTafsir nya juz 3 hal. 20 dan diriwayatkan oleh Ahmad dalam Musnad nya)

4.f). Allah Ta`ala berfirman:
“Dan berpegang teguhlah kalian semua dengan agama Allah dan janganlah kalian bercerai-berai. Dan ingatlah kalian dengan nikmat Allah atas kalian ketika kalian bermusuhan, kemudian Allah jinakkan hati-hati kalian sehingga jadilah kalian bersaudara dengan sebab nikmat Allah.” (Ali Imran : 103)

4.g). Al-Hafidh Ibnu Katsir dalam Tafsir nya ketika menerangkan ayat ini membawakan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahih nya dari Abi Hurairah radliyallahu `anhu , bahwa Rasulullah shalallahu `alaihi wa alihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya Allah ridla kepada kalian dalam tiga perkara dan murka kepada kalian dalam tiga perkara. Dia ridla kepada kalian bila kalian beribadah kepada-Nya dan kalian tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatupun, dan bila kalian semua berpegang dengan agama Allah dan kalian tidak berpecah belah, dan bila kalian menasehati penguasa kalian. Dia benci kepada tiga perkara; yaitu: Suka menebarkan berita yang tidak jelas, banyak bertanya, dan menyia-nyiakan harta.” (HR. Muslim dalam Shahih nya. Lihat Tafsir ibnu Katsir juz 1 hal. 417 – 418)

4.h). Allah Ta`ala berfirman:
“Dan janganlah kalian menjadi seperti orang-orang yang suka berpecah-belah dan berselisih setelah datangnya keterangan kepada mereka, dan bagi mereka yang demikian ini adzab yang besar.” ( Ali Imran : 105)

4.i). Rasulullah shalallahu `alaihi wa alihi wa sallam bersabda:
“Seorang Mukmin dengan Mukmin lainnya seperti bangunan yang kokoh yang saling menguatkan sebagian atas sebagian yang lainnya.” Dan beliau menyilang-nyilangkan jari jemari beliau. ( Muttafaqun `alaih . Lihat Fathul Bari juz 10 hal. 450 bab Ta`awanul Mu'minin Ba`duhum Ba`da dan Muslim dalam Shahih nya juz 4 hal. 305 no. 2685 dari Abu Musaradliyallahu`anhu )

4.y). Rasulullah shalallahu `alaihi wa alihi wa sallam bersabda:
“Permisalan kaum Mukminin dalam hal kasih sayang sesama mereka dan saling rukun sesama mereka seperti satu jasad. Bila satu bagian dari jasad itu mengeluh, maka akan mengeluhlah seluruh anggota badan itu dengan merasakan panas tinggi dan tidak tidur semalaman.” (HR.Bukhari dalam Shahih nya, lihat Fathul Bari juz 10 hal. 438 no. 6011 dan Muslim dalamShahih nya juz 4 hal. 305 no. 2586 dari Abu Musa radliyallahu `anhu )
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah dalam Al-Aqidah Al-Washithiyyah setelah membawakan kedua hadits tersebut di atas menjelaskan: “Ahlus Sunnah wal Jamaah meyakini makna yang terkandung dalam sabda-sabda Nabi tersebut.”
As-Syaikh Muhammad Khalil Harras rahimahullah menerangkan: “Termasuk pemahaman yang benar dari pemahaman Ahlus Sunnah wal Jamaah adalah apa yang diwajibkan dalam agama tentang keharusan menegakkan Ukhuwwah Imaniyah dalam bentuk saling mengasihi dan saling menyayangi serta saling menolong sebagaimana hal ini ditunjukkan dalam hadits-hadits tersebut di atas. Dalam hadits-hadits itu Rasulullah shalallahu `alaihi wa alihi wa sallammemisalkan hubungan di antara kaum Mukminin itu seperti bangunan yang kokoh yang saling berpegangan antara satu bata dengan bata lainnya, atau juga beliau misalkan kokohnya kekuatan bila sebagian anggota badan berpegangan dengan anggota badan lainnya. Dan kaum Mukminin juga saling bantu-membantu dalam perkara dakwah kepada kebaikan serta seruan kepada akhlaqul karimah . Mereka juga menyerukan ummat untuk sabar dalam menghadapi berbagai musibah serta syukur dalam menerima nikmat Allah. Juga ridla terhadap segala ketentuan dan taqdir-Nya dan berbagai dakwah yang lainnya dari apa yang disebutkan.”

Demikianlah betapa pentingnya persatuan dan Ukhuwah Imaniyah Islamiyah itu dalam prinsip Ahlus Sunnah wal Jamaah sebagaimana yang kita lihat dalam beberapa ayat-ayat Al-Qur'an dan dalam sabda-sabda Nabi Muhammad shalallahu `alaihi wa alihi wa sallam . Maka adalah merupakan keharusan yang tidak boleh tidak, Dakwah Salafiyah itu haruslah lebih mengutamakan Ukhuwwah Imaniyah Islamiyah dalam menjalankan langkah-langkah perjuangannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar