Powered By Blogger

Selasa, 18 Januari 2011

Adam Manusia Pertama

Allah Ta`ala azali dan abadi, tidak berpermulaan dan tidak pula berakhiran. Dia  Al-Khaliq (Maha Pencipta segenap makhluk-Nya) dan Dia adalah Al-Hafidl (Maha Pemelihara segenap jagat raya) dan Dia juga Al-Maalik (memiliki dengan mutlak segenap alam). Dan Dia pula Al-Qahir (segala kehendak-Nya pasti terlaksana dan tidak ada yang mampu menghalangi kehendak-Nya). Semua itu adalah sifat rububiyah Allah dan karena itu dalam pengertian Tauhid Rububiyahdinyatakan bahwa Allah sajalah satu-satunya Dzat yang memiliki sifat-sifat tersebut di atas. Konsekwensi keyakinan tersebut ialah Tauhid Uluhiyah, yaitu keyakinan bahwa Allah sajalah yang berhak diibadahi dengan cara peribadatan yang Dia kehendaki sebagaimana yang diajarkan oleh Rasul-Nya.
Dalam rangka mengenali Rububiyah Allah, kita dituntunkan untuk mempelajari dan mengamati makhluk Allah Ta`ala dengan segala keunikannya yang menakjubkan. Allah Ta`ala berfirman:
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, serta berselang-selingnya malam dan siang, bahtera yang mengarungi lautan untuk kegunaan bagi manusia, dan hujan yang Allah turunkan dari langit sehingga Dia menghidupkan dengannya tetumbuhan di bumi setelah sebelumnya dalam keadaan tidak bisa tumbuh karena kekeringan, dan dengan air hujan itu pula Allah tebarkan di bumi berbagai jenis makhluk melata. Juga dalam pengaturan peredaran angin dan mendung yang Allah atur pergerakannya di antara langit dan bumi, semua itu sungguh adalah sebagai pertanda kebesaran Rububiyah Allah bagi kaum yang berakal.” (Al-Baqarah: 164).
Juga Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda:
Dari Abdullah bin Salam, dia menyatakan: Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda: “Janganlah kalian berfikir tentang Allah, tetapi berfikirlah tentang makhluk Allah.” (HR. Abu Nu`aim Al-Asfahani dalam Hilyahnya jilid 6 halaman 66 – 67).

SEJARAH PENCIPTAAN JAGAT RAYA

Termasuk upaya mempelajari makhluk Allah dalam rangka mengenali Rububiyah-Nya, adalah mempelajari sejarah penciptaan langit dan bumi serta isinya. Dan dalam pembicaraan tentang sejarah penciptaan alam semesta ini, Allah dan Rasul-Nya dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah menceritakannya untuk kita semakin yakin dengan maha sempurnanya Rububiyah Allah, sebagai berikut:
1). Allah Ta`ala azali, ada sebelum adanya segala makhluk. Hal ini sebagaimana yang diberitakan oleh Rasulullah shallallahu `alaihi wa alihi wa sallam dalam riwayat berikut ini:
Dari Abi Razin Al-Uqaili, dia menceritakan: Aku pernah bertanya kepada Rasulullah: “Wahai Rasulullah, di manakah Tuhan kita sebelum terciptanya langit dan bumi?” Beliau menjawab: “Dia berada di Ama’, yaitu posisi yang tidak ada di atasnya hawa dan tidak pula di bawahnya hawa.” (HR. At-Tirmidzi dalam Sunannya hadits ke 3109 dan beliau menyatakan bahwa hadits ini adalah hasan. Juga hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Abi Ashim dalam As-Sunnah jilid. 1 hal. 419 hadits ke 625.
Yazid bin Harun (beliau adalah salah seorang Imam Ahli Hadits di kalangan Ta'biin) menyatakan: “Al-Ama’ itu maknanya ialah bahwa Dia Allah tidak bersama apapun.”
2). Allah Ta`ala menciptakan Arsy dan padanya terdapat Kursi-Nya sebagai makhluk-makhluk-Nya yang pertama kali sebelum menciptakan makhluk yang lainnya. Hal ini diberitakan oleh Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam dalam menjawab pertanyaan Abi Razin Al-Uqaili tentang di mana Allah ketika sebelum menciptakan segenap makhluk-Nya. Beliau menjawab:
“Dia Allah berada di Ama’ tidak ada hawa di bawah-Nya dan tidak ada pula hawa di atas-Nya, kemudian Dia menciptakan Arsy-Nya dan diletakkan di atas air.” (HR. Ahmad dalam Musnadnya jld. 4 hal. 11)
Arsy Allah itu adalah makhluk yang terbesar, dan Ibnu Abbas radliyallahu `anhumamenerangkan bahwa Arsy itu adalah makhluk Allah yang tertinggi tempatnya (Riwayat. Ibnu Abi Hatim dalam Tafsirnya jilid 6 hal. 2005 riwayat ke 10701). Ibnu Abi Hatim meriwayatkan juga dalam tafsirnya dengan sanadnya, keterangan Imam dari kalangan Tabi`in bernama Sa`ad Abu Mujahid At-Tha`i bahwa Arsy Allah itu diciptakan dari mutiara berwarna merah. Wahab bin Munabbah (juga Imam dari kalangan Tabi`in) menerangkan bawa Allah menciptakan Arsy-Nya dari cahaya-Nya.
Dalam riwayat Ibnu Hibban dari Abu Dzar, bahwa Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallammenyatakan kepadanya: “Wahai Abu Dzar, langit yang tujuh dibandingkan dengan Kursi Allah adalah seperti gelang tangan yang diletakkan di padang pasir. Dan Arsy Allah dibandingkan dengan Kursi-Nya seperti padang pasir dibandingkan dengan gelang tangan itu.” Demikian disebutkan oleh Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam Fathul Bari jilid 13 hal. 411. Sa`id bin Mansur dalam Sunannya jilid 3 hal. 952 riwayat ke 425 meriwayatkan hadits ini dari Mujahid dalam bentuk omongan Mujahid dan bukan sabda Rasullullah shallallahu `alaihi wa sallam. Demikian pula Abdullah bin Ahmad bin Hanbal dalam As-Sunnah hal.55 riwayat ke 268 meriwayatkan omongan Mujahid ini. Ibnu Hajar Al-Asqalani menshahihkan segenap riwayat tersebut.
3). Allah Ta`ala menciptakan Al-Qalam untuk menuliskan taqdir-Nya atas segala kejadian di jagat raya ini sampai hari kiamat. Hal ini telah diberitakan oleh Rasulullah shallallahu `alaihi wa alihi wa sallam dalam sabda beliau:
“Sesungguhnya yang pertama kali diciptakan oleh Allah adalah Al-Qalam. Maka Allah menyatakan kepadanya: ((Tulislah)). Maka berkatalah Al-Qalam itu: ((Wahai Tuhanku, apakah yang harus aku tulis?)) Maka berkatalah Allah kepadanya: ((Tulislah segenap taqdir segala kejadian sampai datangnya hari kiamat)).” (HR. Abu Dawud dalam Sunannya hadits ke 4700 dari Ubadah bin As-Shamit). 
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menerangkan: “Para Ulama’ Muslimin dari kalangan Shahabat Nabi, Tabi`in dan Ulama’ sesudah generasi mereka, telah memperbincangkan tentang apakah makhluk Allah yang pertama itu Arsy ataukah Al-Qalam. Al-Hafidh Abul Ala’ Al-Hamdani telah menerangkan bahwa para Ulama’ berselisih pendapat dalam dua pendapat. Yaitu, pendapat yang mengatakan bahwa makhluk pertama itu adalah Arsy. Pendapat kedua menyatakan bahwa makhluk pertama itu adalah Al-Qalam. Mereka menguatkan pendapat pertama (yaitu pendapat yang mengatakan bahwa Arsy adalah makhluk pertama), karena Al-Qur’an dan As-Sunnah menerangkan bahwasanya Arsy telah ada di atas air ketika Allah Ta`ala menentukan taqdir-Nya atas segenap makhluk-Nya dengan Al-Qalam yang Ia perintah untuk menuliskannya di lembaran penulisan taqdir-Nya. Maka dengan demikian, Arsy-Nya telah diciptakan lebih dulu sebelum Al-Qalam. Para Ulama’ itu menerangkan tentang hadits yang mengatakan bahwa makhluk yang pertama kali diciptakan adalah Al-Qalam, maknanya ialah bahwa Al-Qalam itu adalah makhluk yang diciptakan terlebih dahulu sebelum penciptaan langit dan bumi dari alam raya ini. Dan sungguh Allah Ta`ala telah memberitakan bahwa Dia menciptakan langit dan bumi ini dalam tempo enam hari.” (Daqa’iqut Tafsir, Ibnu Taimiyah, juz 3 / 4, hal. 228).
Adapun keterangan dari Al-Qur'an dan As-Sunnah yang menegaskan bahwa Arsy adalah makhluk Allah yang pertama ialah firman Allah dalam surat Hud ayat ke 7 sebagaimana telah tercantum di atas yang dipahami oleh para Imam dari kalangan Tabi`in bahwa Arsy yang berada di atas air itu diciptakan oleh Allah, sebelum Dia menciptakan makhluk apa pun. Para Imam Tabi`in yang memahami demikian ialah Mujahid bin Jabir Al-Makki, Wahab bin Munabbah, Dhamrah bin Habib bin Shuhaib Az-Zubaidi, Qatadah bin Di`amah As-Sadusi dan lain-lainnya. Adapun dalil dari As-Sunnah bagi para Ulama’ yang meyakini bahwa Arsy itu adalah makhluk yang pertama kali diciptakan, ialah antara lain sebagaimana yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam Shahihnya dari Imran bin Hushain, bahwa Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallambersabda:
“Allah telah ada sebelum ada apapun yang selain-Nya. Dan (setelah itu) terjadilah Arsy-Nya yang diletakkan di atas air. Dan (setelah itu) Allah menuliskan (melalui Al-Qalam) dalam kitab taqdir-Nya segala sesuatu yang akan terjadi, dan (setelah itu) Allah menciptakan segenap langit dan bumi.” (HR. Bukhari dalam Shahihnya, Kitab Bad’ul Khalqi hadits ke 3191. Dan diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnadnya jilid 4 hal. 431. Juga diriwayatkan olehMuslim dalam Shahihnya, Kitabul Qadar hadits ke 6690, dari Abdullah bin Amr bin Al-`Ash dengan lafadh yang agak berbeda).
Adapun para Shahabat Nabi shallallahu `alaihi wa sallam yang berpendapat demikian adalah Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud, Abu Razin Al-Uqaili dan lain-lainnya. Demikian Ibnu Katsir menerangkan dalam Al-Bidayah wan Nihayahnya juz 1 hal. 7.
4). Allah Ta`ala setelah menciptakan air, kemudian Arsy, dan meletakkan Arsy-Nya di atas air. Kemudian menciptakan Al-Qalam yang diperintah oleh-Nya untuk menuliskan di Al-Lauhil Mahfudh (yakni kitab lembaran taqdir tentang segala kejadian yang telah ditaqdirkan-Nya sampai hari kiamat). Kemudian setelah itu Allah menciptakan zaman atau peredaran waktu. Hal ini diberitakan oleh Rasulullah shallallahu `alaihi wa alihi sallam dalam sabdanya berikut ini:   
 “Zaman telah beredar seperti keadaannya, di hari diciptakannya langit dan bumi, (peredaran zaman itu ialah) setahun dibagi dalam dua belas bulan, daripadanya ada empat bulan-bulan haram................” (HR. Bukhari dalam Shahihnya, Kitabul Maghazi, Bab Hajjatil Wada’, hadits ke 4406, dari Abi Bakrah).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menerangkan makna hadits ini:
“Maka dengan demikian, telah diketahui bahwa zaman itu telah ada lebih dahulu sebelum Allah menciptakan matahari dan bulan, juga sebelum Allah menciptakan malam dan siang.” (Daqa’iqut Tafsir 3 / 4 hal. 228).
5). Allah menciptakan bumi, kemudian menciptakan langit yang tujuh dan segenap isi langit dan bumi itu. Hal ini telah diterangkan oleh Allah Ta`ala dalam firman-Nya di surat Fusshilat 9 - 12 (artinya): “Katakanlah: Apakah kalian memang mengingkari Yang Menciptakan bumi dalam tempo dua hari dan kalian jadikan bagi-Nya sekutu. Pencipta itu adalah Tuhan bagi sekalian alam. Dan Kemudian Allah jadikan diatas permukaan bumi itu gunung-gunung dan kemudian Allah berkahi bumi itu sehingga menumbuhkan berbagai jenis tetumbuhan, air dan hewan untuk ditentukan menjadi makanan bagi penghuni bumi dan Allah lengkapi semua itu dalam empat hari (yakni dua hari penciptaan bumi dan dua hari melengkapi fasilitas hidup padanya, sehingga selama empat hari itu,jadilah seluruh proses penciptaan bumi untuk layak hidup padanya). Penjelasan ini sebagai jawaban bagi orang yang bertanya tentangnya. Setelah itu Allah menuju ke atas untuk menciptakan langit yang waktu itu dalam keadaan sebagai asap dan dikatakan kepadanya dan kepada bumi, datanglah kalian berdua dalam keadaan taat atau dalam keadaan terpaksa. Maka berkatalah keduanya Bahkan kami datang memenuhi panggilan-Mu dalam keadaan taat. Maka Allah ciptakan langit itu menjadi tujuh lapis dalam dua hari dan Allah tentukan segala kekuatan berdirinya dan segenap penghuni bagi setiap langit itu. Dan Kami hiasi langit yang paling dekat bumi dengan lentera-lentera (yaitu bintang-bintang yang bersinar) dan penjaga (yaitu menjaga langit dari Syaithan yang ingin mencuri berita dari langit). Demikian itu, adalah ketentuan dari yang Maha Mulia dan Maha Mengetahui.”
Dengan telah diciptakannya matahari dan bulan, maka zaman itu mulai dihitung dengan peristiwa tenggelam dan terbitnya matahari dan bulan. Dihitung dengan pergantian malam dan siang. Adapun zaman sebelum terciptanya langit dan bumi, penghitungannya di sisi Allah seperti yang diterangkan oleh-Nya:
“Dan sesungguhnya sehari di sisi Tuhanmu, adalah seperti seribu tahun dari perhitungan kalian.” (Al-Hajj: 47).
Dengan ayat ini, Ibnu Abbas dan lain-lainnya meyakini bahwa penciptaan langit dan bumi itu dalam enam hari ialah hari dalam perhitungan di sisi Allah dan bukan hari dalam perhitungan kita. Yakni enam hari itu maknanya ialah enam ribu tahun. (lihat Tafsir Ibnu Katsir tentang surat Al-Hajj  47).

DICIPTAKANNYA ADAM ALAIHIS SALAM

Allah Ta`ala telah menciptakan segenap makhluk-Nya dengan proses penciptaan yang telah diberitakan oleh-Nya dan Rasul-Nya dalam uraian di atas. Juga Allah telah menciptakan para malaikat-Nya dari cahaya dan menciptakan pula para jin dari api. Allah menciptakan surga dan neraka sebelumnya dan ditaqdirkan pula siapa-siapa yang akan masuk kepada keduanya. Kemudian Allah tempatkan para malaikat-Nya di tempat tugas masing-masing baik di langit maupun di bumi. Juga Allah tentukan penempatan jin di bumi dan ditempatkan pula dari kalangan mereka, iblis (namanya sebelum dikutuk oleh Allah adalah `Azazil) di surga Allah. Maka dengan demikian, telah lengkaplah alam raya ini dengan kehidupan, dan Allah berada di atas ArsyNya. Semua makhluk Allah itu bertasbih dan bertahmid, memuji dan menyanjung-Nya dan menyatakan sujud dan ruku’ kepada-Nya serta mengikrarkan Maha Sucinya Allah dari segala sifat kekurangan dan kerendahan. Ramailah alam ini dengan ibadah, tasbih, tahmid, takbir, dan doa kepada Allah Yang Maha Mulia. Semuanya mengakui keAgungan dan keBesaran Allah, dan Ia berada di atas seluruh makhluk-Nya, bahkan di atas makhluk-Nya yang paling tinggi yaitu Arsy dan Kursi-Nya. Hal ini diberitakan oleh Allah Ta`ala dalam firman-Nya:
“Bertasbih kepada-Nya langit yang tujuh dan bumi serta segenap isinya. Dan segala makhluk bertasbih dan bertahmid kepada-Nya, akan tetapi kalian tidak mengerti cara tasbih mereka. Sesungguhnya Dia Maha Penyabar dan Maha Pengampun.” (Al-Isra’: 44).
Tetapi kemudian muncul fitnah yang terjadi di antara para jin penduduk bumi. Sehingga terjadilah perbuatan saling membunuh di antara mereka dan dengan demikian terjadilah pertumpahan darah dan kerusakan di muka bumi. Maka Allah mengutus para malaikat-Nya yang dipimpin oleh `Azazil untuk menghukum mereka dan kemudian menempatkan mereka di puncak-puncak gunung dan di pulau-pulau yang diliputi lautan. Dengan keberhasilannya memimpin pasukan malaikat untuk menghukum para jin itu, muncullah di hati pimpinan tersebut perasaan besar diri (sombong). Sehingga Allah ingin memunculkan kesombongan di hatinya itu dengan pengumuman-Nya akan menciptakan penduduk bumi yang baru bernama Al-Insan. Demikian diceritakan oleh Al-Imam Ibnu Jarir At-Thabari dalam Tarikhnya jilid 1 / 85 - 88 dari Ibnu Abbas, `Amr bin Hammad, Sa`id bin Al-Musayyib, Syahr bin Hausyab dan lain-lainnya. Ibnu Atsir dalam Al-Kamil fit Tarikh jilid 1 halaman 26 menguatkan pendapat Ibnu Abbas yang tersebut di atas.
Selanjutnya Ibnu Jarir At-Thabari membawakan beberapa riwayat dengan sanadnya dari Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud dan para shahabat Nabi yang lainnya yang menceritakan bahwa Allah Ta`ala memerintahkan malaikat-Nya untuk mengambil tanah liat dari bumi dari berbagai jenis tanah yang ada di bumi. Kemudian dicampurkanlah berbagai jenis tanah itu dan Allah dengan Tangan-Nya sendiri Yang Maha Mulia membentuk Adam. Setelah itu tanah liat dalam bentuk manusia tersebut dibiarkan sehingga berbau busuk dan akhirnya mengering. Di dalam Al-Qur’an diceritakan oleh Allah Ta`ala bahwa Dia menciptakan Adam dari tanah liat, sebagaimana pernyataan iblis kepada-Nya:
“Apakah aku akan sujud kepada makhluk yang Engkau ciptakan dari tanah liat?” (Al-Isra’: 61).
Kemudian tanah liat itu menjadi tanah yang berbau:
“Dan sungguh Kami ciptakan manusia itu dari tanah kering yang semula adalah sebagai tanah liat basah yang berbau.” (Al-Hijr: 26).
Kemudian jadilah ia tanah liat yang telah kering dan berbunyi bila dipukul:
“Dia Allah telah menciptakan manusia dari tanah liat kering, sehingga karena keringnya jadilah ia seperti tembikar (yakni tanah liat yang telah masak karena dipanggang di api).” (Ar-Rahman: 14).
Dan setelah itu Allah meniupkan ruh padanya sehingga jadilah ia hidup dan tanda kehidupannya yang pertama adalah ketika dia bersin. Maka para malaikat Allah menyatakan kepada manusia pertama yang baru hidup ini: “Katakan Alhamdulillah dengan bersinmu,” maka dia pun mengucapkan Alamdulillah. Dan Allah menyatakan kepadanya: “Rahmat Tuhanmu terlimpah padamu.” Dan mulailah Adam hidup dan para malaikat Allah diperintahkan oleh-Nya untuk sujud menghormat padanya. (Tarikh At-Thabari jilid 1 hal. 94).
(B E R S A M B U N G)          
DAFTAR PUSTAKA:
1). Al-Qur’an Al-Karim.
2). Jami’ul Bayan fi Ta’wilil Qur’an (Tafsir At-Thabari), Al-Imam Abu Ja’far Muhammad bin Jarir At-Thabari, Darul Kutub Al Ilmiyah, Beirut – Libanon, cet. th. 1412 H / 1992 M.
3). Tafsirul Qur’anil Adzim, Abdurrahman bin Muhammad bin Idris Ar-Razi Ibnu Abi Hatim, Maktabah Nizar Musthafa Al-Baaz, Makkatul Mukarramah, cet. th. 1419 H / 1999 M.
4). Tafsirul Qur’anil Adzim, Abul Fida’ Isma’il bin Katsir Al-Qurasyi Ad-Dimasyqi, Maktabah Musthafa Muhammad, Mesir, cet. th. 1356 H / 1937 M.
5). Daqa’iqut Tafsir, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Darul Qiblah Lits Tsaqafah Al-Islamiyah, Jeddah – Saudi Arabia, cet. th. 1406 H / 1986 M.
6). Musnadul Imam Ahmad, Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal, tanpa penerbit, tanpa tahun.
7). Fathul Bari Syarah Shahih Al-Bukhari, Ahmad bin Ali bin Hajar Al-Asqalani, Al-Maktabah As-Salafiyah, tanpa tahun.
8). Shahih Muslim bi Syarah An-Nawawi, Darul Khair Damaskus – Beirut, cet. th. 1414 H / 1994 M.
9). Sunan Abi Dawud, Abu Dawud Sulaiman bin Al-Asy’ats As-Sijistani Al-Azadi, Darur Rayyan Lit Turats, cet. th. 1408 H / 1988 M.
10). Sunan At-Tirmidzi, Abu Isa Muhammad bin Isa bin Surah At-Tirmidzi, Darul Kutub Al-Ilmiyah, Beirut – Libanon, cet. th. 1356 H / 1937 M.
11). Hilyatul Auliya’, Abu Nu’aim Ahmad bin Abdullah Al-Ashfahani, Darul Fikr, Beirut – Libanon, cet. th. 1416 H / 1996 M.
12). As-Sunnah, Abdullah bin Ahmad bin Hanbal, Darul Kutub Al Ilmiyah, Beirut – Libanon, cet. th. 1414 H / 1994 M.
13). As-Sunnah, Abu Bakr Ahmad bin Amr Ibnu Abi Syaibah, Darus Shumai’ie, Ar-Riyadl – Saudi Arabia, cet. th. 1419 H / 1998 M.
14). Tarikhul Umam wal Muluk (Tarikh At-Thabari), Abu Ja’far Muhammad bin Jarir At-Thabari, Rawa’i’ At-Turats Al-Arabi, Beirut – Libanon, tanpa tahun.
15). Al-Kami Fit Tarikh, Abil Hasan bin Abil Karam Muhammad bin Muhammad bin Abdul Karim bin Abdul Wahid As-Syaibani Ibnul Atsir, Darul Fikr, Beirut – Libanon, tanpa tahun.
16). Al-Bidayah wan Nihayah, Abul Fida’ Ismai’il bin Katsir Al-Qurasyi Ad-Dimasyqi, Darul Kutub Al-Ilmiyah, Beirut – Libanon, cet. th. 1408 H / 1988 M.         
Al Ustadz Ja'far Umar Thalib

Tidak ada komentar:

Posting Komentar