Powered By Blogger

Selasa, 01 Februari 2011

Membangun Amal Islami

Dari Mu’adz bin Jabal, dia menceritakan: Aku pernah bersama Nabi shallallahu `alaihi wa ‘ala aalihi wasallam dalam satu perjalanan jauh. Di suatu pagi dalam perjalanan itu aku berjalan sangat dekat dengan beliau. Aku pun bertanya kepada beliau: “Wahai Rasulullah, beritahu aku tentang amalan yang akan memasukkan aku ke surga dan menjauhkan aku dari api neraka.” Nabi menanggapi permintaanku itu dengan menyatakan: “Sungguh engkau meminta kepadaku sesuatu yang besar, dan sungguh hal itu akan mudah dicapai bagi mereka yang dimudahkan oleh Allah atasnya. (Amalan yang memasukkan kamu ke surga itu ialah) engkau beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun, dan engkau menegakkan shalat, menunaikan zakat, dan engkau berpuasa di bulan Ramadhan, dan engkau menunaikan haji ke Baitillah Al-Haram (di Makkah).”
Kemudian beliau bertanya padaku: “Maukah aku tunjukkan kepadamu tentang pintu-pintu kebaikan? Yaitu bahwa puasa itu adalah tameng dan shadaqah itu menggugurkan dosa sebagaimana air dapat memadamkan api, dan juga (yang menggugurkan dosa itu ialah) shalatnya seseorang di tengah malam (yakni shalat malam). Kemudian beliau membaca ayat Al-Qur’an (surat As-Sajdah 16 –17 yang artinya):
Mereka tidak tidur di tengah malam untuk berdoa kepada Tuhan mereka dengan rasa takut dan harap dan mereka menafkahkan sebagian dari rizki yang Kami berikan kepada mereka. Maka tidak ada seorangpun yang mengetahui tentang apa yang disembunyikan untuk mereka (yaitu berbagai macam kenikmatan di surga) dari segenap nikmat-Nya yang akan menyenangkan, sebagai balasan terhadap apa yang mereka amalkan.”
Kemudian beliau bertanya padaku lagi: “Maukah aku beritahu engkau tentang perkara dari semuanya ini dan tentang tonggaknya, serta puncaknya?”
Aku menjawab: “Tentu wahai Rasulallah, aku menginginkannya.”
Maka beliau pun bersabda: “Pokok perkara dari semua itu adalah Islam, dan tiangnya adalah shalat dan puncak tertingginya adalah jihad.”
Beliau bertanya lagi kepadaku: Maukau aku beritahu engkau tentang penyempurna bagi semua itu?”
Maka akupun menjawab: “Tentu aku menginginkannya wahai Rasulallah.”
Beliau bersabda: (Penyempurna bagi semua itu adalah) Tahanlah olehmu dari ini.” sembari beliau memegang lisan beliau.
Aku bertanya: Wahai Nabi Allah, apakah kita akan disiksa hanya karena apa yang kita bicarakan?”
Beliau menjawab: “Ibumu kehilangan engkau, bukankah orang-orang itu dilemparkan di dalam api neraka tertelungkup pada wajah-wajah mereka, tidak lain sebabnya kecuali karena hasil dari lisan mereka?” (HR. Tirmidzi dalam Sunannya juz 5 hal. 13 bab Maa Jaa’a fi Hurmatis Shalah, hadits no. 2616,. Dan At-Tirmidzi menyatakan: Hadits ini hasan shahih).

BEBERAPA PENGERTIAN

Bi amalin : “Dengan suatu amalan.” Yakni suatu amalan yang dilakukan oleh seorang yang telah beriman dan berislam.
Yudkhiluni al-jannata wa yuba’iduni aninnar: “Yang memasukkan aku ke surga dan menjauhkan aku dari neraka.” Yakni amalan yang menjadi sebab datangnya rahmat Allah sehingga dengan rahmat-Nya itu aku masuk surga dan terhindar dari api neraka.
Laqad sa’altani `an adzimin: “Sungguh engkau meminta kepadaku tentang suatu yang besar.” Yakni yang engkau tanyakan kepadaku itu adalah tentang amalan yang berat bagi kebanyakan orang.
Wa innahu layasirun: “Dan sesungguhnya ia adalah mudah.” Yakni sesungguhnya amalan yang memasukkan orang Islam atau orang Mu’min ke surga Allah dan menjauhkannya dari neraka Allah adalah mudah dan ringan bagi yang dimudahkan dan diringankan oleh Allah.
`Ala man yassarahullah `alaihi: “Bagi mereka yang dimudahkan oleh Allah atasnya.” Yakni mereka yang diberi hidayah dan taufiq oleh Allah untuk beramal dengan amalan yang memasukkannya ke surga-Nya dan menjauhkannya dari neraka-Nya.
Ta`budullaha: “Engkau beribadah kepada Allah.” Yakni amalan yang akan memasukkanmu ke surga dan menjauhkanmu dari neraka ialah beribadah kepada Allah dengan mentauhidkan-Nya dalam segala macam peribadatan, sehingga segala macam peribadatan itu dipersembahkan kepada Allah semata.
Wala tusyriku bihi syai’an: “Dan engkau tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatupun.” Yakni tidak berbuat syirik sedikitpun, yang berarti tidak mempersembahkan amalan ibadah apa pun untuk siapa pun selain Allah.
Watuqimus shalah: “Dan engkau menegakkan shalat.” Yakni juga merupakan amalan yang memasukkanmu ke dalam surga serta menjauhkanmu dari api neraka, adalah menegakkan shalat disamping tauhid tersebut. Adapun pengertian menegakkan shalat di sini, maknanya ialah menunaikannya dengan segenap rukun dan syaratnya serta amalan-amalan sunnah dalam shalat yang merupakan penyempurnanya.
Wa tu’tizzakah: “Dan engkau menunaikan zakat.” Yakni membayar shadaqah yang wajib kepada petugas zakat dan shadaqah yang ditunjuk oleh pemerintah Muslimin, sebagai kewajiban agama atas kaum Muslimin. Dan menunaikan kewajiban ini termasuk dari amalan yang memasukkan pelakunya ke dalam surga Allah dan menjauhkannya dari neraka Allah.
Watashumu ramadhana: “Dan engkau menunaikan puasa Ramadhan.” Yakni berpuasa dengan puasa yang wajib sepanjang bulan Ramadhan, sebagai kewajiban agama yang memasukkan pelakunya kedalam surga Allah dan menjauhkannya dari neraka Allah.
Watahujjul baita: “Dan kamu menunaikan haji ke Baitillah Al-Muharram di Makkah.” Yakni menunaikan kewajiban haji ke Makkah Al-Mukarramah di bulan-bulan haji. Ini juga merupakan kewajiban agama yang memasukkan pelakunya ke dalam surga Allah dan menjauhkannya dari neraka Allah.
Ala adulluka `ala abwabil khair: “Maukah aku tunjukkan kepadamu tentang pintu-pintu kebaikan.” Yakni maukah aku tunjukkan kepadamu jalan-jalan yang akan menyampaikanmu kepada kebaikan.
As-shaumu junnah: “Puasa itu adalah tameng.” Yakni ibadah puasa itu baik yang wajib maupun yang sunnah adalah amalan yang akan melindungi pelakunya dari berbagai amalan yang menjerumuskan ke neraka. Karena ibadah puasa itu memecahkan kekuatan syahwat serta melemahkannya.
Was shadaqatu tutfi’ul khati’ah: “Dan shadaqah itu menggugurkan dosa.” Yakni amalan shadaqah yang wajib maupun yang sunnah akan menjadi sebab datangnya keridlaan Allah dan rahmat-Nya sehingga mengampuni hamba-Nya yang bershadaqah itu dari segala dosa yang berkaitan dengan haq Allah Ta`ala. Adapun dosa yang berkaitan dengan hak sesama manusia, maka harus menyelesaikan urusan dosa itu dengan pihak yang didhalimi.
Washalatur rajuli min jaufil laili: “Dan shalatnya seseorang di tengah malam.” Yakni termasuk penghapus dosa-dosa itu adalah shalat malam yang dilakukan di waktu yang paling utama, yaitu sepertiga terakhir malam.
Ra’sil amri al-islam: “Pokok dari segala perkara tersebut adalah Al-Islam.” Yakni pokok segala amalan shalih yang bercabang dari padanya segenap amalan shalih itu. Atau dengan kata lain, landasan bagi segenap amalan shalih itu adalah ketika seorang telah beriman dengan kebenaran agama Islam. Kemudian di atas dasar keimanannya itu dia membangun segenap amalan shalihnya.
Wa amuduhu as-shalatu: “Dan tiangnya adalah shalat.” Yakni keislaman seseorang itu tidak akan menjadi kuat, kecuali dia menunaikan shalat yang wajib dan sunnah dengan terus menerus. Sehingga kuatlah keislamannya sebagaimana bangunan itu bila telah dibangun diatas fondasinya dan dilengkapi dengan tiang-tiang penyangga yang didirikan di atas fondasi itu, maka bangunan itu akan menjadi kuat.
Wa dzarwatu sanamihi al-jihad: “Dan puncak tertinggi daripada segala amalan shalih dalam Islam itu adalah Jihad.” Yakni dengan jihad, keislamanmu akan terangkat mulia setelah dikuatkan dengan shalat. Dan juga di sini menunjukkan bahwa jihad itu adalah amalan shalih dalam Islam yang paling tinggi, melampaui segala amalan shalih yang lainnya.
Bi malaki dzalik: “Penyempurna dan penguat bagi semua amalan shalih itu.” Yakni yang akan menjaga kesempurnaan dan keindahan segenap amalan itu adalah dengan menjaga lisan.
Kuffa `alaika hadza: “Wajib kamu menjaga lisanmu ini.” Yakni menjaganya untuk jangan berbicara yang tidak berguna. Karena barang siapa banyak berbicara, apalagi asbun (asal bunyi), maka akan terjatuh dalam banyak kesalahan yang akan merusakkan segenap amalannya yang telah dibangunnya, atau bahkan membatalkan amalannya.
Wainna lamu’akhadzuna bima natakallama fiihi: “Dan apakah kita akan disiksa dengan akibat dari apa yang kita bicarakan.” Yakni apakah dengan sebab omongan lisan kita ini, kita akan disiksa karenanya?
Tsaqilatka ummuk: “Ibumu kehilangan engkau.” Yakni secara dhahir maknanya doa celaka terhadap lawan bicara, namun Nabi shallallahu `alaihi wa ‘ala alihi wasallam tidaklah bermaksud demikian. Beliau maksudkan dengan omongan demikian ini adalah untuk memberi pendidikan dan memberi peringatan dari sikap lalai dan juga untuk menunjukkan keheranan serta menggambarkan betapa besarnya masalah ini.
Yakubbunnasa fin nari: “Dilemparkan dan dijatuhkan ke dalam api neraka.” Yakni dimasukkan ke neraka oleh Allah Ta`ala di hari kiamat nanti.
Ala wujuhihim au `ala manakhirihim: “Pada wajahnya atau pada kedua lubang hidungnya.” Yakni dilemparkan di neraka dengan posisi jatuhnya pada wajahnya terdahulu.
Illa hasha’idu alsinatihim: “Tidak lain kecuali karena hasil dari lisan mereka.” Yakni banyak orang dimasukkan ke neraka karena akibat dari omongan yang keluar dari lisannya, baik dalam bentuk perkataan kufur, ataupun syirik, ataupun bid’ah, ataupun menyangkut kehormatan sesama manusia.
(Berbagai keterangan ini kami ambil dari Tuhfatul Ahwadzi bis Syarh Ja’miut Tirmidzi, Al-Imam Al-Hafidh Abil Ali Muhammad Abdurrahman bin Abdirrahim Al-Mubarakfuri, jilid 7 hal. 363 – 365, jugaJami’ul Ushul fi Ahaditsir Rasul, Al-Imam Al-Mubarak bin Muhammad Ibnul Atsir, jilid 9 hal. 535 – 536, hadits ke 7274).

BEBERAPA PELAJARAN PENTING

1). Amal Islami yang saya maksud pada judul tulisan ini adalan amalan yang dituntunkan dalam berislam dan amalan untuk memenangkan dan memuliakan Islam serta Muslimin terhadap musuh-musuhnya dan mengantarkan pelakunya ke surga Allah Ta`ala. Maka membangun amal Islami adalah perjuangan untuk mengamalkan ajaran Islam dengan mempelajarinya, kemudian mengajarkannya, serta mempelopori ummat untuk mengamalkannya. Hanya dengan cara yang demikian inilah kita dapat berharap kepada Allah Ta`ala untuk melepaskan Ummat Islam keluar dari kepungan berbagai malapetaka yang sedang menimpanya. Dan dengan cara demikian inilah kita akan dapat mengharapkan turunnya kemenangan dari Allah Ta`ala untuk Islam dan Muslimin. Hal ini telah dijanjikan oleh Allah Ta`ala dalam firman-Nya:
Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong agama Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan mengokohkan kedudukanmu.” (Muhammad: 7)
2). Maka perjuangan membangun amal Islami itu haruslah dilakukan diatas prinsip Tauhidul Ibadah Lillahi wahdah (yakni meng-esakan Allah dalam mempersembahkan segala macam amalan ibadah) serta bersih dari segala unsur syirik (yakni bersih dari perbuatan menyekutukan Allah dalam segala persembahan amalan ibadah). Sebab perjuangan yang dibangun di atas prinsip yang demikian inilah yang akan kokoh tegak di muka bumi, karena diberkahi oleh Allah Ta`ala. Hal ini ditegaskan dalam firman-Nya:
Dan orang-orang yang beriman kepada Allah serta beramal shalih dan beriman pula kepada apa yang diturunkan kepada Muhammad sebagai kebenaran yang datang dari Tuhan mereka. Allah akan menghapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan memperbaiki keadaan mereka.” (Muhammad: 2)
Juga Allah Ta`ala berfirman:
Adapun buih itu, akan hilang sebagai sesuatu yang tak ada harganya; adapun yang memberi manfaat kepada manusia, maka dia akan tetap kokoh di muka bumi. Demikianlah Allah membuat perumpamaan-perumpamaan.” (Ar-Ra’du: 17)
Juga firman Allah Ta`ala yang artinya:
Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik (yaitu kalimat At-Tauhid yang berbunyi Lailahaillallah dengan segala makna dan konsekuensinya), seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya menjulang ke langit. Pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seijin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat. Dan perumpamaan kalimat yang buruk (yaitu kalimat syirik dan kufur), seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap tegak sedikitpun. Allah meneguhkan orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu (yaitu kalimat At-Tauhid) dalam kehidupan di dunia dan di akherat. Dan Allah menyesatkan orang-orang yang dzalim dan Dia melakukan apa yang dikehendaki-Nya.” (Ibrahim: 24 –25)
3). Juga merupakan prinsip perjuangan yang tidak boleh diabaikan ialah menegakkan shalat, menunaikan zakat, berpuasa di bulan Ramadlan, serta berhaji ke Makkah. Dalam menunaikan segenap prinsip perjuangan tersebut, haruslah dengan ikhlas karena Allah semata serta bersih dari segala unsur syirik dan mengikuti tuntunan Nabi Muhammad shallallahu `alaihi wa ‘ala aalihi wasallam serta bersih dari segala unsur bid’ah. Sebab bila mengamalkan prinsip-prinsip amal Islami tersebut dengan syirik dan bid’ah atau dengan salah satu dari keduanya, maka akan gugurlah amalan tersebut dan tidak ada nilainya samasekali di sisi Allah Ta`ala. Hal ini telah ditegaskan oleh Allah Ta`ala dalam firman-Nya sebagai berikut:
Dan tidaklah mereka diperintah kecuali agar mereka beribadah kepada Allah dengan mengikhlaskan bagi-Nya segenap amalan disertai kecenderungan kepada ketaatan kepada-Nya, serta menegakkan shalat dan menunaikan zakat. Yang demikian itulah agama yang lurus.” (Al-Bayyinah: 5)
Juga Allah Ta`ala berfirman:
Maka demi Tuhanmu, mereka tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hai Muhammad sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan. Kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima putusan itu dengan sepenuhnya.” (An-Nisa’: 65)
Juga Allah Ta`ala berfirman:
Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada Nabi-Nabi sebelummu: Jika kamu berbuat syirik, niscaya akan gugurlah amalanmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi. Karena itu, maka hendaklah Allah saja yang kamu ibadahi dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur.” (Az-Zumar: 65 – 66)
4). Dalam rangka pembinaan kepribadian para pejuang di jalan Allah, maka sangat dianjurkan untuk berpuasa sunnah disamping puasa wajib, bershadaqah sunnah disamping shadaqah yang wajib, dan shalat malam sebagai sebaik-baik shalat sunnah, disamping shalat yang wajib. Semua amalan tersebut merupakan energi batin untuk menumbuhkan dan menjaga semangat perjuangan di jalan Allah Ta`ala. Bahkan Nabi kita Muhammad shallallahu `alaihi wa ‘ala aalihi wasallam dituntunkan oleh Allah Ta`ala untuk menjaga diri dari segala ancaman makar para musuh-musuh da’wah dengan menjalankan shalat wajib dan shalat sunnah. Hal ini telah disebutkan oleh Allah dalam firman-Nya sebagai berikut:
(Artinya) “Dan sesungguhnya mereka hampir saja memalingkan kamu dari apa yang telah Kami wahyukan kepadamu, agar kamu membuat omongan lain secara bohong terhadap Kami; dan kalau kamu berbuat yang demikian itu (yakni perbuatan memalsukan firman Allah), tentulah mereka akan menjadikanmu sebagai shahabat yang setia. Dan kalau Kami tidak memperkuat hatimu, niscaya kamu hampir-hampir condong sedikit kepada mereka. Maka kalau sampai terjadi demikian, Kami sungguh-sungguh akan rasakan adzab (siksaan) kepadamu dengan berlipat ganda di dunia ini, dan begitu pula adzab sesudah mati, dan kamu tidak akan mendapatkan seorang penolongpun terhadap Kami. Dan sesungguhnya mereka hampir benar-benar membuatmu gelisah di negeri Makkah untuk mengusirmu daripadanya. Dan kalau terjadi yang demikian, maka mereka tidak tinggal padanya sepeninggalmu melainkan sebentar saja. Yang demikian ini (yakni menghadapi berbagai makar jahat musuh dakwah) adalah sebagai suatu ketetapan terhadap Rasul-Rasul Kami yang Kami utus sebelum engkau, dan tidak akan kamu dapati perubahan pada ketetapan Kami itu. Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan dirikanlah pula shalat subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan oleh para Malaikat. Dan pada sebagian malam hari kerjakanlah olehmu shalat tahajjud sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; semoga Tuhanmu mengangkatmu ketempat yang terpuji.” (Al-Isra’: 73 – 79).
Demikianlah Allah mengajarkan kepada Rasul-Nya tentang tonggak-tonggak amal Islami, khususnya ketika menghadapi berbagai bentuk makar jahat para musuh dakwah di jalan Allah Ta`ala. Bahkan Dia menjanjikan ampunan dan pahala yang besar bagi hamba-hamba-Nya yang menjaga diri dari bahaya kedurhakaan kepada-Nya dengan shalat, shadaqah, puasa dan berbagai amalan ketaatan terhadap Allah Ta`ala. Hal ini dinyatakan dalam firman-Nya sebagai berikut:
Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang Muslim, laki-laki dan perempuan yang Mu’min, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatan kepada-Nya, laki-laki dan perempuan yang benar keimanannya, laki-laki dan perempuan yang sabar (di jalan Allah), laki-laki dan perempuan yang khusyu’ (dalam beribadah kepada Allah), laki-laki dan perempuan yang suka bersedekah, laki-laki dan perempuan yang suka berpuasa, laki-laki dan perempuan yang suka memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak berdzikir kepada Allah, disediakan oleh Allah bagi mereka ampunan dan pahala yang besar.” (Al-Ahzab: 35)
5). Bangunan Amal Islami itu harus dikenali benar oleh para pejuang di jalan Allah Ta`ala untuk membimbing amalan mereka dalam kaitannya dengan ketentuan prioritas amal perjuangan. Bangunan tersebut menyatakan bahwa pokok atau modal amalan itu yang harus diutamakan atas segala amalan ialah menjaga keislaman kita agar jangan sampai rusak atau batal dengan berbagai kemusyrikan atau kebid’ahan dan kemaksiatan. Kemudian tonggak amal itu yang akan menjadikan amalan itu diridhai dan diberkahi oleh Allah Ta`ala ialah menegakkan kewajiban shalat lima waktu dan shalat-shalat sunnahnya. Sedangkan amalan yang paling puncak dengan didirikan diatas pengamalan shalat dan keimanan kepada agama Islam itu ialah jihad fi sabilillah. Dalam hal ini Allah Ta`ala menyatakan:
Dan orang-orang yang berjihad di jalan Kami, maka sungguh-sungguh Kami akan menunjuki mereka ke jalan Kami dan sesunggguhnya (pertolongan dan pemeliharaan) Allah akan selalu menyertai orang-orang yang berbuat baik.” (Al-Ankabut: 69)
Al-Imam Ibnu Abi Hatim dalam tafsirnya meriwayatkan dengan sanadnya, bahwa Al-Imam Ar-Rabi’ bin Anas Al-Bakri Al-Basri Al-Khurasani ketika menerangkan ayat tersebut di atas beliau menyatakan: “Semua hamba Allah di muka bumi yang mentaati Tuhannya serta menyeru manusia untuk mentaati-Nya dan mencegah manusia untuk melanggar perintah-Nya, sungguh mereka yang demikian ini sedang berjihad di jalan Allah”. (Tafsir Ibnu Abi Hatim, jilid 9 hal. 3084 riwayat ke 17450, Maktabah Nizar Mustafa Al-Baz, Makkatul Mukarramah, cet. Th. 1419 H / 1999 M)
6). Satu perkara yang harus diperingatkan dengan keras terhadap semua pihak yang terlibat dalam perjuangan membangun amal Islami ialah keharusan menjaga dan memelihara lisan dari segala omongan yang dapat merusakkan dan bahkan menghancurkan amalan dan perjuangannya. Seorang pejuang di jalan Allah, apalagi sebagai da’i ilallah (penyeru kepada agama Allah) yang asbun (asal bunyi) sehingga setiap berkata tidak dipertimbangkan sisi kemaslahatan dan mafsadahnya (kerusakannya), maka yang demikian ini lebih banyak merusakkan bangunan amal Islami itu sendiri daripada menambah kebaikannya. Dalam hal ini Rasulullah shallallahu `alaihi wa ‘ala alihi wasallammengingatkan:
Dari Abi Hurairah radliyallahu `anhu beliau menyatakan: Rasulullah shallallahu `alaihi wa ‘ala alihi wasallam telah bersabda: Cukuplah seseorang itu dikatakan telah berdusta bila dia menceritakan apa saja yang dia dengar (tanpa meneliti).” (HR. Muslim dalam Shahihnya juz 1 hal. 15 no. 5 dengan sanad yang shahih)
Juga Rasulullah shallallahu `alaihi wa ‘ala alihi wasallam mengingatkan:
Dari Abi Musa Al-Asy’ari radliyallahu `anhu, beliau menyatakan: Para Shahabat menanyakan: “Wahai Rasulallah, orang Islam mana yang paling utama?” Beliau shallallahu `alaihi wa ‘ala alihi wasallammenjawab: “Ialah siapa yang menyelamatkan kaum Muslimin dari lisannya dan tangannya.” (HR.Bukhari dalam Shahihnya hadits ke 11, lihat Fathul Bari juz 1 hal. 54 no. 11 bab Ayyul Islami Afdhalu).
Bahkan Rasulullah shallallahu `alaihi wa ‘ala alihi wasallam mengkaitkan iman dengan kemampuan mengendalikan lisannya untuk berkata yang baik:
Dari Abi Hurairah radliyallahu `anhu, dari Nabi shallallahu `alaihi wa ‘ala alihi wasallam beliau bersabda: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari kiamat, maka hendaklah dia mengucapkan yang baik atau diam.” (HR. Bukhari dan Muslim dalam Shahih keduanya, lihat Riyadhus Shalihin hal. 520 no. 1519)
Al-Imam An-Nawawi rahimahullah menerangkan makna hadits ini dalam kitab karya beliau yang berjudulRiyadhus Shalihin sebagai berikut: “Apa yang diterangkan dalam hadits ini telah jelas, bahwasanya seorang Mukmin itu sepantasnya tidak berbicara kecuali bila perkataannya itu baik, yaitu perkataan yang tampak kemaslahatannya. Maka bila dia ragu apakah perkataannya itu akan menimbulkan kemaslahatan atau tidak, maka ia tidak berbicara.”

PENUTUP

Demikian itulah mestinya perjuangan membangun amal Islami, perjuangan yang konsisten dengan prinsip-prinsip yang agung dan terhormat, ilmiah dan amaliah, penuh kehati-hatian dan tanggung jawab, serta tidak gegabah dan terukur, penuh hikmah dan keadilan. Perjuangan untuk mengikhlaskan seluruh peribadatan untuk Allah semata serta memerangi segala bentuk syirik dan kaum Musyrikin. Mengikuti segala tuntunan Nabi Muhammad shallallahu `alaihi wa ‘ala aalihi wasallam serta memerangi segala bentuk bid’ah dan ahlul bid’ah. Menunaikan haq Allah Ta`ala dan haq segenap makhluk-Nya dengan sempurna.

Al-Ustadz Ja'far Umar Thalib

Tidak ada komentar:

Posting Komentar