Powered By Blogger

Selasa, 01 Februari 2011

Khadijah Bintu Khuwailid Wanita Bangsawan Yang Di Muliakan Allah Ta'ala

Bani Asad adalah salah satu suku mulia dari kalangan Quraisy yang membangun kampung keluarga di dalam kota Makkah. Di kampung ini terdapat keluarga yang dibina oleh pasangan suami istri Khuwailid bin Asad bin Abdul Uzza bin Qushai bin Kilab Al-Asadi dengan Fathimah bintu Za'idah bin Al-Asham Jundub bin Harim bin Rawahah bin Hajar bin Abed bin Mu'iesh bin Amir bin Lu'ai, atau terkenal dengan Fatimah Al-Amiriyah. Dari pasangan suami istri Bani Asad dengan Bani Amir bin Lu'ai inilah lahir seorang putri yang kemudian diberi nama Khadijah Al-Asadiyah. Khadijah Al-Asadiyah ini pun tumbuh dalam sebuah keluarga yang sangat menjunjung tinggi kehormatan. Sehingga di masa jahiliyah, Khadijah Al-Asadiyah terkenal dengan gelarnya At-Thahirah , yang artinya “Wanita Suci”.
Ketika Khadijah Al-Asadiyah memasuki usia remaja, ia terkenal sebagai kembangnya Quraisy, dikarenakan ia wanita yang rupawan dan sangat mulia akhlaqnya. Suatu saat datanglah seorang pria dari keluarga mulia di kalangan Quraisy meminangnya sebagai istri. Pemuda itu bernama Abu Halah bin Zurarah bin Nibasy bin Adi bin Hubaib bin Shard bin Salamah bin Jarwah bin Usaid bin Amr bin Tamim At-Tamimi. Khadijah Al-Asadiyah pun menikah dengannya. Tak berapa lama dari perkawinan itu, lahirlah seorang putri yang diberi nama Hindun bintu Abi Halah At-Tamimi. Akan tetapi takdir Allah menjemput sang suami setelah kelahiran Hindun bintu Abi Halah ini. Sebagai seorang yang terhormat, Khadijah Al-Asadiyah tak terlalu lama menjalani hidup sebagai janda kembang, karena tak lama kemudian seorang pria dari Bani Makhzum yang bernama Athiq bin Abid bin Abdullah bin Umar bin Makhzum datang meminangnya. Dua insan ini pun menikah serta berumah tangga dalam suasana hidup baru dan bahagia. Namun Athiq tidak terlalu lama hidup dengan Khadijah Al-Asadiyah karena beberapa saat setelah menikah, iapun meninggal dunia pula. Setelah kepergian suaminya itu, Khadijah akhirnya memutuskan untuk hidup menjanda dengan limpahan harta sebagai wanita pedagang yang sukses. Bahkan dia menggaji para pegawainya untuk membawa dan mengawasi arus perdagangan dari dan ke negeri Syam dan negeri Yaman.
Namun bagaimanapun ketegarannya dalam melawan kesepian sebagai janda muda, ia tetap saja merindukan seorang suami yang menjadi tambatan hidupnya. Di saat itulah muncul seorang pemuda yang sangat menarik perhatiannya baik dari sisi ketampanannya, kemuliaan akhlaqnya, kemuliaan keturunannya, maupun dari sisi kejujurannya. Pemuda tampan itu adalah Muhammad bin Abdillah bin Abdil Mutthalib bin Hasyim. Semula Khadijah Al-Asadiyah memberi amanah padanya untuk membawa barang dagangannya ke negeri Syam. Diam-diam Khadijah menyimpan rencana khusus pada misi perdagangan ini. Dia mengutus budaknya yang bernama Maisarah untuk mendampingi pemuda tampan itu, dengan pesan agar mengamati perangai dagangnya.
Tak berapa lama setelah itu, misi dagang ke negeri Syam yang dikirim oleh Khadijah telah pulang. Dan Maisarah melaporkan kepadanya, bahwa pemuda tampan ini menyimpan tanda-tanda kenabian di balik berbagai ketampanan wajahnya, kekekaran tubuhnya dan kemuliaan serta kejujuran akhlaqnya. Maisarah menceritakan tentang tanda-tanda kenabian tersebut telah dilihat oleh seorang pendeta Nasrani di negeri Syam, bernama Buhaira. Maka dengan laporan Maisarah ini, kini Khadijah Al-Asadiyah tidak saja menaruh perhatian kepada pemuda tampan itu, akan tetapi sekarang meningkat kepada rasa kekagumannya yang sangat mendalam kepadanya, dan berharap untuk menjadi istri bagi sang pemuda itu. Dengan pengalamannya dalam perkara pinang-meminang karena statusnya yang menjanda dua kali, tentu dia lebih agresif untuk menyatakan niat hatinya kepada si pemuda tampan itu. Khadijah Al-Asadiyah mengutus Maisarah untuk menyampaikan hasrat di hati kepada pemuda tampan nan mulia itu. Rupanya jawaban yang diterimanya sungguh sangat membahagiakannya. Ternyata dia tidak bertepuk sebelah tangan. Muhammad bin Abdillah Al-Hasyimi tak disangka ternyata juga menyimpan asmara di hatinya. Tak ada yang menghalangi hasrat Muhammad menyampaikan isi hatinya kecuali karena pemuda tampan ini sangat pemalu, bahkan lebih pemalu dari perawan pingitan. Dengan jawaban itu pulalah akhirnya Khadijah bertemu dengan suami yang dicita-citakan sejak menjanda beberapa lama. Acara peminangan dan pernikahan pun segera dilaksanakan. Pemudan tampan Muhammad bin Abdillah Al-Hasyimi didampingi oleh pamannya, yaitu Hamzah bin Abdul Mutthalib bin Hasyim. Sedangkan Khadijah Al-Asadiyah didampingi oleh walinya yaitu pamannya yang bernama Amr bin Asad bin Abdul Uzza bin Qushai. Dan pernikahan yang sangat dinanti itu pun berlangsung dengan penuh kebahagian pada kedua keluarga Quraisy ini, yaitu keluarga Bani Hasyim dengan Bani Asad. Waktu itu usia Khadijah Al-Asadiyah telah mencapai 40 th, sedangkan usia pemuda tampan suaminya yang baru ini masih 25 th. Bersama dua anak putri bernama Hindun dan Halah dari suami Khadijah yang terdahulu, rumahtangga dua sejoli ini dijalani dalam kebahagiaan dan kerukunan. Tak lama setelah pernikahannya dari pasangan berbahagia ini pun akhirnya lahir anak-anak yang sehat dan berbahagia. Anak pertama yang mereka lahirkan adalah seorang anak lelakinya yang diberi nama Al-Qashim. Kemudian menyusul anak putrinya sebagai anak kedua bernama Zainab. Kemudian Ummu Kultsum juga putri, kemudian putri berikutnya bernama Fathimah yang bergelar Az-Zahra', kemudian putri juga bernama Ruqayyah. Setelah Ruqayyah, lahir anak lelaki sebagai anak ke enam bernama Abdullah yang bergelar At-Thahir atau At-Thayyib. Segenap anak lelakinya meninggal dunia ketika masih kecil sebelum ayah mereka diutus menjadi Nabi.
Khadijah Al-Asadiyah sangat memuliakan suaminya dan memberikan segala-galanya untuknya. Sampai akhirnya datangnya peristiwa besar pada diri sang suami tercinta. Di suatu hari sang suami pulang ke rumah dengan tubuh gemetar dan menggigil. Wajahnya menampakkan ketakutan yang amat dahsyat, dan Khadijah Al-Asadiyah sebagai istri yang amat memuliakan serta mencintai suaminya, menyambutnya dengan penuh kehangatan dan langsung mengantarkannya ke tempat tidur dan menyelimutinya, sehingga sang suami kembali pulih ketenangannya. Di saat itu Muhammad bin Abdillah Al-Hasyimi mulai berucap kepada sang istri tercinta: “Aku sungguh sangat mengkhawatirkan diriku.” Khadijah Al-Asadiyah amat mengerti keresahan suaminya dan dengan penuh kelembutan dan kasih sayang, ia mencoba menenangkan suaminya dengan mengatakan kepadanya: “Tidak mungkin sama sekali, demi Allah engkau tidak akan dihinakan oleh-Nya selama-lamanya. Karena engkau selalu menyambung silaturrahmi, dan engkau membantu meringankan beban orang yang kesulitan. Engkau selalu memberi orang yang tidak punya apa-apa. Engkau selalu memuliakan tamu. Dan engkau selalu membantu memperjuangkan orang untuk mendapatkan haknya.” Kata-kata yang amat meyakinkan ini sungguh amat besar pengaruhnya bagi sang suami dalam menenangkan gejolak keresahannya. Dan ketika dilihatnya, bahwa suami tercinta telah mulai tenang, segera diusulkan kepadanya dan segera disetujui oleh sang suami, untuk berangkat mendatangi seorang pria dari Bani Asad yang telah menjadi Nasrani dan mendalami ilmu tentang kitab Injil dan Taurat dalam bahasa Ibrani. Bahkan orang ini telah menulis Injil dalam bahasa Arab. Dia bernama Waraqah bin Naufal. Kepada Waraqah, diceritakan kepadanya apa yang dialami oleh Muhammad bin Abdillah Al-Hasyimi di gua Hira' yang didekap berulang-ulang oleh sesorang yang tidak dikenalnya dan kemudian setelah didekap tiga kali baru dibacakan kepadanya lima ayat pertama Surat Al-Alaq. Maka mendengar cerita apa yang dialami beliau tersebut, Waraqah menyatakan kepadanya: “Yang datang kepadamu itu adalah Malaikat yang pernah datang kepada Musa. Wahai, alangkah bagusnya kalau aku masih muda ketika dakwah yang engkau lakukan. Alangkah bagusnya seandainya aku masih hidup ketika kaummu mengusir engkau dari negerimu.”
Mendengar penjelasan itu Nabi Muhammad shallallahu `alaihi wa alihi wa sallam dengan penuh keheranan bertanya kepada Waraqah: “Apakah mereka kaumku akan mengusir aku dari negeriku?” Waraqah pun menjawabnya: “Ya tentunya, tidaklah ada seorang pun yang datang kepada suatu kaum seperti yang engkau bawa, kecuali pasti dia akan dimusuhi oleh kaumnya. Dan bila aku masih hidup ketika engkau dimusuhi oleh kaummu, pasti aku akan membelamu dengan pembelaan yang kuat.” Kemudian ternyata tidak berapa lama setelah itu, Waraqah meninggal dunia.
Mendengar penjelasan Waraqah ini, Khadijah Al-Asadiyah langsung meyakini bahwa suaminya ini adalah Nabi yang diutus oleh Allah sebagai penutup para Nabi dan para Rasul untuk segenap ummat manusia di segala bangsa dan segala zaman sampai hari kiamat. Khadijah Al-Asadiyah langsung beriman kepada suaminya dan ia menjadi orang pertama di ummat ini yang beriman kepada Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad shallallahu `alaihi wa alihi wa sallam . Ini adalah keutamaan beliau sepanjang zaman sampai hari kiamat.
Dengan iman kepada Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad shallallahu `alaihi wa alihi wa sallam , Khadijah Al-Asadiyah semakin besar pengorbanannya untuk mendukung perjuangan sang suami dalam berdakwah kepada Islam. Khadijah mengorbankan segenap hartanya di jalan Allah Ta`ala dan memberikan dukungan jiwa dan raga kepada perjuangan Rasulullahshallallahu `alaihi wa alihi wa sallam . Segala derita dan duka nestapa yang dialami Rasulullahshallallahu `alaihi wa alihi wa sallam , dialami pula oleh Khadijah dan ia adalah istri teladan bagi ummat ini dalam mendampingi suami menempuh jalan perjuangan di jalan Allah Ta`ala. Ketulusannya dalam berkhidmat kepada suami, dan dukungannya yang sepenuh kemampuan untuk perjuangan sumi, serta kesungguhan dalam berislam dan beriman, menyebabkan diangkatnya derajatnya oleh Allah Ta`ala di dunia dan di akherat. Sehingga Rasulullahshallallahu `alaihi wa alihi wa sallam bersabda dalam beberapa hadits yang menerangkan tentang keutamaan Khadijah Al-Asadiyah, sebagai berikut ini:
1). Ali bin Abi Thalib radliyallahu `anhu meriwayatkan: Bahwa Rasulullah shallallahu `alaihi wa alihi wa sallam bersabda:
“Sebaik-baik wanita di dunia adalah Maryam, dan sebaik-baik wanita di dunia ini adalah Khadijah.” (HR. Bukhari dalam Shahih nya, hadits ke 3815)
Maksudnya ialah bahwa Maryam ibunya Nabi Isa `alaihimas salam adalah wanita termulia di muka bumi ini sebagaimana Khadijah Al-Asadiyah.
2). Ibnu Abbas radliyallahu `anhuma meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu `alaihi wa alihi wa sallam telah bersabda:
“Seutama-utama wanita penghuni surga ialah: Khadijah, dan Fathimah, dan Maryam dan Asiah.” (HR. An-Nasa'i dengan sanad yang SHAHIH dan juga diriwayatkan oleh Al-Hakim . Demikian dikatakan oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari jilid 7 hal 135).
Fathimah yang dimaksud di hadits ini ialah putri Rasulullah shallallahu `alaihi wa alihi wa sallamyang lahir dari Khadijah Al-Asadiyah. Dan Asiah yang dimaksud di hadits ini ialah Asiah bintu Muzahim istri Fir'aun.
3). Abu Hurairah radliyallahu `anhu meriwayatkan sabda Nabi Muhammad shallallahu `alaihi wa alihi wa sallam sebagai berikut:
“Malaikat Jibril telah datang kepada Nabi dan menyatakan: .” (HR. Bukhari dalam Shahih nya hadits ke 3820).

Dan masih banyak lagi hadits-hadits yang memberitakan keutamaan Khadijah Al-Asadiyah di dunia dan di akherat. Dia telah banyak berkurban untuk Allah Ta`ala dan agama-Nya serta setelah itu untuk Rasulullah shallallahu `alaihi wa alihi wa sallam sebagai suaminya dan sekaligus sebagi pimpinannya. Di tahun-tahun terakhir kehidupannya, dia tetap dengan setia mendampingi suaminya dalam derita menjalani pemboikotan sosial dan ekonomi yang dilakukan oleh orang Quraisy selama tiga tahun dalam suasana kelaparan dan kesengsraan yang dahsyat. Dan setelah berakhirnya pemboikotan itu, Khadijah bintu Khuwailid Al-Asadiyah wafat mendahului suaminya berangkat ke rahmat Allah Ta`ala dengan keridlaan-Nya dan keridlaan Rasul-Nya. Beliau meninggal dunia dalam usia 65 th, di bulan Ramadhan dan dimakamkan di pemakaman Al-Hujun di Makkah Al-Mukarramah. Rasulullah shallallahu `alaihi wa alihi wa sallam membina rumah tangga dengannya dalam masa dua puluh lima tahun dengan penuh cinta, kerukunan, mawaddah dan rahmah. Selamat jalan Khadijah ibu kami, semoga kami dapat menyusulmu bersama Rasulullah shallallahu `alaihi wa alihi wa sallam dan para Shahabat beliau dalam Rahmat Allah Ta`ala. Amin ya Mujibas sa'ilin .
1. Al-Istii'ab fi Ma'rifatil Ashhab , Al-Imam Abu Umar Yusuf bin Abdullah bin Muhammad bin Abdil Bar, jilid 4 hal. 1817 riwayat ke 3311. Darul Jail Beirut – Libanon, cet. Th. 1412 H / 1992 M.
2. Al-Ishabah fi Tamyizis Shahabah , Al-Imam Shihabuddin Abul Fadl Ahmad bin Ali bin Hajar Al-Asqalani, jilid 4 hal. 281 riwayat 335. Daru Shadir, Beirut – Libanon, cet. Th. 1328 H.
3. Idem.
4. Usdul Ghabah fi Ma'rifatis Shahabah , Abul Hasan Ali bin Muhammad Al-Jazari Izzuddin Ibnul Atsir, jilid 6 halaman 79 – 81. Darul Fiker, Beirut – Libanon, cet. Th. 1409 H / 1989 M.
5. Shahih Al-Bukhari dalam Fathul Bari jilid 1 hal. 23 hadits ke 3 Kitab Bad'ul Wahyi. Al-Maktabah As-Salafiyah, tanpa tahun.


Al Ustadz Ja'far Umar Thalib

Tidak ada komentar:

Posting Komentar